Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Saksi Akui Pernah Bertemu Nyonya Ghaby

Saksi Akui Pernah Bertemu Nyonya Ghaby Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saksi perkara Nomor 15/PDT.PLW/2018/PN.JKT.UT. di Pengadilan Jakarta Utara, Herwani Sandjaya, mengaku pernah melihat Ghaby pada 1997 ketika ia datang ke Jakarta. Saksi juga mengaku mendengar kabar bahwa Ghaby pada 2017 juga berkunjung ke Jakarta, meskipun ia tak bertemu. 

“Saya waktu itu masih berumur 10 tahun dan bertemu Ghaby di acara natalan, yang diperkenalkan oleh alm dr. Denianto Wirawardhana sebagai teman sekolah di Jerman,” kata Herwani Sandjaya, menjawab pertanyaan kuasa hukum Sutjiadi Wirawardhana, Senin (12/11/2018).

Lanjutnya, meskipun mendengar kalau Ghaby datang ke Jakarta tahun lalu, Herwani yang merupakan sepupu Denianto ini, mengaku Ghaby tidak menemui keluarga alm dr. Denianto Wirawardhana di Jakarta.

Begitupun ketika ditanya kuasa hukum pelawan, Karhawi maupun terlawan I Alexius Tantrajaya, Herwani mengaku ingat kulit Ghaby adalah putih, rambutnya juga putih. Ia juga pernah mendengar bahwa alm dr. Denianto Wirawardhana menikah dengan Ghaby dan mempunyai anak. Namun, ia mengaku belum pernah melihat anaknya tersebut. Ia tidak mengetahui nama lengkap Ghaby waktu ketemu tahun 1997, dan tidak terlihat membawa anak ataupun ia sedang hamil waktu itu.

Di akhir persidangan, C. Suhadi, mendatangi meja majelis hakim yang diikuti oleh para pihak. Ia keberatan dengan Surat Kuasa dari Pelawan Thomas Wirawardhana alias Thomas Lichte. Ia beralasan, Thomas Lichte sebagai Pelawan, bukan warga Indonesia, tapi warga negara Jerman, sehingga surat kuasa harus tunduk dan patuh kepada ketentuan hukum antar negara. 

"Kalau Thomas warga negara Jerman, maka Surat Kuasa harus mendapat pengesahan dari Kedutaan Negera tersebut, kalau tidak maka surat kuasa tidak mempunyai kekuatan hukum yang berlaku," kata C. Suhadi.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Luar Negeri No. 09/A/KP/XII/2006, juga putusan Mahkamah Agung R.I. tanggal 18 September 1986 Nomor: 3038 K/Pdt/1981. Dalam Peraturan menteri No. 09 isi menegaskan, berkaitan dengan keabsahan tanda tangan yurisprudensi 308 K yang isinya menyatakan :

“Keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri selain harus memenuhi persyaratan formil juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh KBRI setempat.” katanya.

Putusan MA tersebut juga dijadikan landasan bagi semua pengadilan sepanjang berkaitan dengan warga negara asing (WNA). Sehingga apabila tidak dilakukan, surat kuasa menjadi tidak sah.

Sebelumnya, C Suhadi sebagai kuasa hukum Sutjiadi Wirawardhana alias Thian Sin  melaporkan Thomas Wirawardhana alias Thomas Lichte ke Bareskrim Polri. Laporan itu dilakukan dalam dugaan tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu UU No.1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 263 ayat (2), Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 266.

Dalam Laporan Polisi (LP) Bernomor: LP/1102/IX/2018/BARESKRIM pada senin (10/9/2018) itu Suhadi membawa sejumlah barang bukti antara lain: foto copy Putusan Kasasi No: 2264/K/Pdt/2012 tertanggal 30 april 2013, foto copy Putusan no 156/Pdt.Plw/2017/PN.Jkt.Utr, akta tanggal 11-01-2008 No. 2 dan lain-lain.

“Semasa hidupnya almarhum Denianto Wirawardhana mempunyai keluarga yang terdiri dari adik dan kakak sesuai fakta-fakta yang ada di Indonesia. Dr Denianto semasa hidupnya tidak punya istri di Indonesia dan dia meninggal, maka Sutjiadi Wirawardhana alias Thian Sin dan saudara-saudaranya yang lain membuat keterangan waris Nomor 2 Tanggal 11 Januari 2008 yang dibuat notaris Rohana Frieta SH karena mereka dianggap ahli warisnya,” kata Suhadi kepada wartawan, di Bareskrim Polri.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: