Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK: Bunga Utang di Fintech Maksimal 100%

OJK: Bunga Utang di Fintech Maksimal 100% Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagai pengawas di sektor keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memastikan perusahaan (financial tecnology) fintech yang dinaunginya mampu memberikan perlindungan terhadap konsumen alias peminjam. Salah satu wujud perlindungan konsumen diberikan dalam pembatasan besaran bunga melalui asosiasi Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hendrikus Passagi, mengatakan, bunga maksimum hanya boleh sebesar 100% dari pokok. Kemudian, bila peminjam mengalami kesulitan membayar atau kredit macet, proses penagihan hanya boleh dilakukan hingga hari kesembilan puluh.

“Jadi kalau seseorang pinjam 1 juta, bila tidak bisa membayar utang sampai hari ke-90, bahkan jika pembayarannya dilakukan 10 tahun kemudian, maksimal jumlah tagihannya hanya Rp2 juta. Inilah upaya perlindungan konsumen dari asosiasi AFPI,” jelas Hendrikus kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Selasa (13/11/2018).

Selain itu, mereka yang menggunakan fintech P2P lending legal hanya akan ditagih dari hari pertama hingga hari kesembilan puluh. Melalui AFPI, penyedia layanan fintech kemudian wajib memenuhi code of conduct (aturan), salah satunya tak boleh melanjutkan penagihan tersebut.

“Selanjutnya, data peminjam itu harus dimasukkan ke pusat data AFPI sebagai peminjam bermasalah sehingga tak bisa lagi melakukan peminjaman di fintech-fintech legal lainnya,” papar Hendrikus dengan tegas pada Senin (13/11/2018).

Dalam kesempatan yang sama, Hendrikus juga menjelaskan seputar tingkat bunga layanan fintech yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian Indonesia. Ia juga menyatakan, tidak adil bila tingkat bunga diatur. Selain itu, ia juga menyebutkan ‘bunga’ sebagai ‘bagi hasil’.

“Yang meminjam ke fintech biasanya adalah UMKM, penjualan mereka biasanya untungnya cukup besar. Beda dengan rumah, kalau dijual untungnya hanya 1%. Kalau UMKM, contoh air mineral, itu keuntungan dalam sehari bisa 100%. Sekarang kalau saya katakan, saya pinjamkan 500.000, kita bagi hasil, sehari saya yang meminjamkan dapat bagi hasil sebesar 50%,” papar Hendrikus.

Pelaku UMKM tidak mencari pinjaman yang murah, tetapi yang cepat dan nyaman. Dalam hal ini, layanan fintech-lah yang cocok untuk mereka karena sifatnya yang melayani 24 jam sehari. Menurut Hendrikus, bila penyelenggara fintech mengenakan manfaat ekonomi (bagi hasil) sebesar 20%, tidak sebanding dengan keuntungan yang diterima pelaku UMKM.

“Misal pedagang beli sayur mayur 2 juta, dijual olehnya seharga 6 juta, artinya keuntungannya 300%. Sekali lagi, jangan anggap remeh bisnis UMKM. Modal mereka kecil, tetapi keuntungannya besar,” ujarnya.

Hendrikus pun berpesan, jangan melupakan manfaat yang telah diciptakan fintech P2P lending legal hanya karena sekelompok orang berkarakter buruk bertransaksi pada fintech ilegal. Fintech P2P lending yang legal telah mampu mengalirkan dana sampai ke pelosok-pelosok daerah di Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: