Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPJS Kesehatan: Defisit Ini Sudah Direncanakan

BPJS Kesehatan: Defisit Ini Sudah Direncanakan Kredit Foto: Muhamad Ihsan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Fachmi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan, memang memikul tugas berat. Memimpin lembaga publik yang baru beroperasi sejak 2014 dalam situasi penuh nuansa politik tentu tidak mudah.

Lembaga yang dipimpinnya mengelola keperluan kesehatan bagi 205,5 juta masyarakat Indonesia (per 9 November), dan ditargetkan akan mencapai 100% penduduk Indonesia pada 2019.

Puncak masalah terjadi ketika Fachmi ditegur Presiden Jokowi. "Sudah disuntik Rp4,9 triliun, kok minta lagi? Ini masih kurang lagi. 'Pak masih kurang. Kebutuhan bukan Rp4,9 triliun'. Lah, kok enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta," kata Jokowi.

Bola terus bergulir. Di antara berbagai komentar, salah satunya dari Ma'ruf Amin, cawapres Jokowi, yang menyebut ada masalah manajemen di BPJS Kesehatan.

"Kenapa pemerintah masih harus tekor, rumah sakit sampai belum dibayar, saya kira itu hanya masalah manajemen saja," ujar Ma’ruf.

Fachmi tentu tahu benar konsekuensi memimpin lembaga publik. Dia harus prudent. Dia juga tak boleh berbantahan dengan presiden, terlepas dia benar atau salah. Sebab wibawa pemerintah harus dijaga.

Tapi, di sisi lain, dia juga harus mencari solusi agar masalah yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia ini dapat diselesaikan. Karena itu, mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini banyak berdiskusi dengan berbagai pihak.

Ketika berdiskusi dalam Forum Pemred pada Selasa (13/11/2018), Fachmi tegas mengatakan bahwa solusi masalah ini hanya dua.

Pertama, besarnya iuran yang harus disesuaikan dengan perhitungan aktuaria Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Maklum, saat ini untuk iuran setiap golongan ditetapkan di bawah standar yang ditetapkan DJSN pada 2015.

Alhasil, kata Fachmi, mismatch ini sudah bisa diprediksi jauh-jauh hari. "Setiap bulan sudah pasti kami akan defisit sekitar Rp1 triliun," ujarnya.

Dengan kata lain, lanjut Fachmi, defisit ini sudah direncanakan karena sudah dapat diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya.

Kedua, kata Fachmi, harus ada sanksi bagi penunggak iuran. "Misalnya sebagai prasyarat untuk perpanjangan SIM atau masuk kuliah," ujar Fachmi.

Kalau dua isu ini bisa dibereskan, masalah defisit akan selesai dengan sendirinya. Secara teknis, hal ini mungkin akan menyelesaikan masalah. Tapi, apakah modal politiknya cukup? Atau tunggu setelah Pilpres 2019 saja?

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhamad Ihsan
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: