Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PBB Segera Putuskan Status Konflik Rohingya

PBB Segera Putuskan Status Konflik Rohingya Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Upaya pembelaan terhadap etnis Rohingya akhirnya mendekati hasil nyata. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) direncanakan akan menggelar sidang peradilan yang bakal diselenggarakan 10 Desember 2018 mendatang. Agenda utamanya melaporkan bukti-bukti otentik tentang kekerasan yang dilakukan Pemerintah Myanmar terhadap kaum Muslim Rohingya.

Kepala penyidikan PBB untuk kekerasan di Myanmar, Marzuki Darusman mengatakan, tim pencari fakta telah melakukan fungsi penelitian dengan mengunjungi beberapa negara yang terkait dengan Rohingya. Kunjungan itu meliputi Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Inggris sepanjang 2017 hingga Juli 2018.

"Hasil tim pencari fakta memutuskan bahwa Myanmar terbukti melakukan tiga pelanggaran berat, yakni pidana perang, pidana kemanusiaan, dan genosida. Jadi, simpulannya, telah terjadi pelanggaran HAM berat oleh Pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Untuk itu, diperlukan langkah–langkah lanjutan untuk melakukan pertanggungjawaban dan penuntutan kepada mereka yang harus bertanggung jawab," kata Marzuki dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/11/2018).

Marzuki bercerita bahwa dalam melakukan penyelidikan, tim pencari fakta PBB tidak dapat memasuki wilayah Rakhine, Myanmar karena dihalangi oleh otoritas pemerintah setempat.

"Kami tidak diberi visa ke Myanmar. Sehingga, kami memilih cara dengan menemui pengungsi Rohingya di beberapa tempat di Bangladesh," ujarnya.

Marzuki mengungkapkan pelaku utama yang harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan kejahatan internasional di Rakhine, Kachin dan Shan adalah Tatmadaw (sebutan untuk militer Myanmar). Kejahatan operasi-operasi militer yang dilakukan Tatmadaw tidak mengindahkan keselamatan nyawa dan harta benda warga sipil.

"Bahkan Tatmadaw sengaja menyiri warga sipil terutama wanita dan laki-laki. Para prajuritnua melakukan tindakan pelanggaran HAM seperti narapidana. Jenderal dan pangima seniornya harus diselidiki dan diadili oleh pengadilan internasional yang kredibel atas kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: