Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jokowi Dibilang Bohong Soal Swasembada, Golkar Serang Titiek Soeharto

Jokowi Dibilang Bohong Soal Swasembada, Golkar Serang Titiek Soeharto Kredit Foto: Sekretariat Presiden
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pernyataan Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) yang menyebut Presiden Joko Widodo bohong atas janjian terhadap swasembada pangan, menuai sejumlah kritisi.

Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, mempertanyakan sebenarnya siapa yang berbohong. Sebab selama ini ada pihak yang memanipulasi data dan fakta.

"Siapa yang bohong? Yang menyatakan bahwa 99% rakyat Indonesia hidup dalam kondisi pas-pasan. Padahal data tidak mengatakan itu," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/11/2018).

Ia menjelaskan, harus menyepakati dulu apa yang dimaksud dengan swasembada itu. Jika mengacu pada konsep, sejak tahun 2011 hingga 2017, tren kenaikan produksi beras terus mengalami kenaikan yakni 65,75 juta ton pada tahun 2011 dan 81,38 juta ton pada tahun 2017.

"Capaian 2017 sebenarnya sudah melampaui target produksi beras yang ditetapkan, yakni sebesar 79 juta ton, membuat pertumbuhan capaian dari tahun sebelumnya sebesar 2,56%," katanya.

Berdasarkan data BPS, surplus beras tahun 2017 terhitung 13,81 juta ton. Hal itu dihitung dari jumlah produksi dikurangi angka total kebutuhan beras/konsumsi yakni berdasarkan jumlah penduduk dikalikan tingkat konsumsi per kapita.

"Angka produksi 2017 padi 81,3 juta ton atau setara beras 47,29 juta ton, dan pertumbuhan penduduk menjadi 261,89 juta jiwa. Dikalikan tingkat konsumsi 114,6 kg, maka total konsumsi beras mencapai 33,47 juta ton. Dari perhitungan tersebutlah angka surplus beras diperoleh," terangnya.

Menurut Ace, tidak gampang mewujudkan swasembada pangan. Karenanya ia juga berbicara soal kondisi di era Orde Baru atau pemerintahan ayah Titiek, Presiden Soeharto. Dimana pemerintahan Orde Baru membutuhkan waktu lebih dari 15 tahun untuk swasembada beras.

"Baru 1984, pemerintahan Soeharto mampu menghasilkan swasembada. Menurut data, memasuki dekade 1990-an, Indonesia terpaksa kembali mengimpor beras dari negara lain. Bahkan, pada 1995, ketergantungan terhadap impor beras melambung hingga mencapai angka sekitar 3 juta ton," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim

Bagikan Artikel: