Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Alasan Bawaslu Rekomendasikan ke KPU, Tunagrahita Masuk DPT

Ini Alasan Bawaslu Rekomendasikan ke KPU, Tunagrahita Masuk DPT Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasukkan pemilih tunagrahita atau disabilitas mental ke dalam daftar pemilih pada Pemilu 2019.

Komisioner Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengatakan rekomendasi tersebut ditegaskan pihaknya telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Di putusan MK nomor 135 tahun 2015 ada rujukan soal ini juga," katanya di Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Ia menambahkan, rekomendasi itu diberikan setelah mendengarkan masukan dari penyandang disabilitas. Sebagai salah satu upaya penyelamatan hak politik.

"Ini setelah kita mendengarkan juga dari teman-teman penyandang disabilitas. Potensi penyelamatan hak politik warga yang kita kedepankan," jelasnya.

Afif menegaskan, pemilih disabilitas mental harus didata sebagai pemilih. Sepanjang tidak dinyatakan sebagai disabilitas permanen.

"Mereka harus tetap didata sebagai pemilih, sepanjang tidak ada keterangan mereka punya halangan permanen menggunakan hak pilih. Initinya mereka harus didata sebagai pemilih," jelasnya.

Menurutnya, terdapat disabilitas mental ringan yang masih memiliki hak pilih. Sehingga bila nantinya tidak dilakukan pendataan, maka mereka akan kehilangan hak pilihnya.

"Kalau sudah nggak didata maka pemilih dengan disabilitas mental yang ringan juga akan hilang haknya," tegasnya.

Sebelumnya KPU akan memasukkan pemilih tunagrahita atau disabilitas mental ke dalam daftar pemilih pada Pemilu 2019. Hal in dilakukan atas rekomendasi yang diberikan Bawaslu.

ADapun putusan MK yang dimaksud, menyatakan pemilih disabilitas mental, sepanjang tidak mengalami gangguan jiwa atau ingatan yang permanen maka masih memiliki hak pilih. Dengan amar putusan menyatakan Pasal 57 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "terganggu jiwa/ingatannya" tidak dimaknai sebagai "mengalami gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum."

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim

Bagikan Artikel: