Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengenal Pesantren Penampung Korban Kekerasan Seksual

Mengenal Pesantren Penampung Korban Kekerasan Seksual Kredit Foto: Unsplash/Dev
Warta Ekonomi, Banten -

Pondok Pesantren Sabilillah di Desa Cikareo, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, menampung santri yang pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dan juga "trafficking" (perdagangan manusia).

"Ada santriwati di sini yang pernah menjadi korban kekerasan seksual dan hampir terjadi korban perdangan manusia oleh keluarganya sendiri, namun Alhamdulillah berhasil diselamatkan dan kemudian kami tampung di pesantren ini," kata pimpinan Ponpes Sabilillah ustadz H Ahmad Kholik saat ditemui Antara di pesantren yang berada Jalan Raya Cileles Gunung Kencana Km.02, Kampung Cikareo RT01/RW03, Desa Cikareo, Kecamatan Cileles Kabupaten Lebak, Rabu (21/11/2018).

Ponpes Sabilillah bisa ditempuh lebih kurang tiga setengah jam dari kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang Selatan, Banten. Didampingi istrinya ustadzah Siti Mujawaroh, ia mengemukakan bahwa di ponpes yang dikelola Yayasan Pendidikan Islam Pondok Pesantren Sabilillah, dua santriwati itu, yang berasal dari keluarga tidak mampu dan yatim piatu diakui pada saat awal-awal belajar mengalami kondisi psikologis yang berbeda dengan sebayanya yang lain.

"Ada semacam suasana traumatik sehingga tidak langsung mudah beradaptasi, dan cenderung menyendiri, sehingga kami memberikan pendampingan secara khusus," kata ustadzah Siti Mujawaroh, yang dipanggil "Ummi" (ibu) oleh santriwati dan santri di Ponpes Sabilillah.

Pasangan ustadz-ustadzah itu, yang mengelola Ponpes Sabilillah dengan 140-an santri -- 50 orang di antaranya bermukim -- menjelaskan bahwa kini, salah satu di antara santriwati dimaksud, yang menjadi korban kekerasan seksual sudah dinikahkan.

Meski Ponpes Sabilillah di awal pendiriannya pada 1964 oleh ayahanda Ahmad Kholik, yakni almarhum KH Junaedi, awalnya berupa pesantren salafi, kini sudah berkembang dengan keberadaan sekolah formal, yakni mulai dari Raudhlatul Atfal (TK) dan juga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) multimedia.

Mengenai biaya pendidikan di Ponpes Sabilillah, ia menegaskan bahwa semuanya tidak dikenakan biaya.

"Hampir semua santri dan santriwati adalah dari keluarga miskin, jadi tidak mungkin ada pengenaan biaya pendidikan," kata Ahmad Kholik menegaskan.

Khusus untuk SMK multimedia, ia mengatakan bahwa sebenarnya peserta didiknya juga berasal dari keluarga miskin, namun ada semacam biaya SPP (sumbangan pembinaan pendidikan), namun nilainya hanya di kisaran Rp5.000-Rp7.500 per bulan. "Itulah yang kemudian untuk tambahan gaji para gurunya," tambahnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: