Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PWI Gelar Semnas 'Pers Indonesia Melawan Berita Hoaks'

PWI Gelar Semnas 'Pers Indonesia Melawan Berita Hoaks' Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam era digital ini penyebaran hoaks dapat berjalan dengan cepat. Berdasarkan data dari Mastel yang disampaikan oleh Tenaga Ahli Dirjen IKP Kemenkominfo, Hendrasmo, setidaknya ada 44,30% pengguna media sosial yang menerima satu jenis hoaks setiap hari. Sebagai pengolah dan penyebar informasi, pers harus bisa berperan dalam memerangi hoaks dalam pemberitaan.

Dalam Seminar Nasional (Semnas) "Pers Indonesia Melawan Berita Hoaks" pada Kamis (22/11/2018), Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari mengatakan, hoaks merupakan virus berbahaya yang dapat melompat ke berbagai tempat. Menurutnya, tugas pers adalah memerangi persebaran hoaks tersebut.

"Pers harus sepakat memerangi hoaks ke depan. Dengan adanya Semnas ini, setidaknya ada persiapan untuk memerangi hoaks, apalagi menjelang pilpres akan banyak hoaks yang beredar. Semoga lewat diskusi ini kita semua akan bisa memerangi hoaks yang ada di internet," jelas Atal dalam sambutannya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo pun menyuarakan pendapatnya mengenai peran pers dalam melawan hoaks. Ia berkata, jurnalis harus menuliskan fakta yang sebenarnya, bukan hanya fakta benda. 

"Fakta benda tidak sama dengan fakta bayangan. Sementara, untuk saat ini banyak jurnalis yang menulis berdasarkan fakta bayangan. Misal pada kecelakaan, jurnalis seharusnya memastikan lebih dulu kondisi korban melalui observasi langsung, konfirmasi pihak berwewenang (tenaga medis dan kepolisian), dan keterangan saksi mata," papar Yosep.

Untuk memerangi hoaks, pers harus menghadapi berbagai tantangan. Apalagi, di tengah fenomena banjir informasi di era digital ini. Bahkan, menurut data dari Nieman Lab yang dipaparkan Praktisi Media Sosial, Nukman Luthfie, sebesar 40% orang lebih mempercayai informasi dari media sosial daripada media mainstream.

"Ada beragam faktor penyebab, salah satunya karena mereka pikir ada bias politik di dalam media mainstream," ujar Nukman.

Oleh karena itu, media mainstream harus mampu membuat masyarakat menerima informasi valid yang mereka olah menjadi berita. Salah satu caranya dengan menyajikan konten yang netral dan terpercaya. Sebab, masih ada 60% publik yang mempercayai media mainstream sebagai sumber informasi mereka.

Nukman berkata, "Dalam mengelola informasi, pers harus melakukan proses verifikasi dan investigasi, sehingga kredibilitas media mereka tak diragukan. Saya berharap akan ada lebih banyak media yang berkredibilitas tinggi supaya dapat diterima dan dipercaya masyarakat."

Membahas tema "Seberapa Berbahayanya Hoaks Itu Memengaruhi Ekonomi di Indonesia" yang diangkat dalam Semnas itu, Yosep mengatakan, pertumbuhan ekonomi suatu negara berhubungan dengan kepercayaan yang dimiliki oleh publik terhadap negaranya. Bila masyarakat percaya, pertumbuhan ekonomi akan berjalan baik.

"Kita tidak bisa menjalankan pemerintahan dengan baik kalau masih terserang hoaks. Sebab trust berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara," ujar Yosep lagi.

Dalam rangka mempersiapkan pers untuk menghadapi serangan hoaks tersebut, PWI Pusat mengadakan Semnas "Pers Indonesia Melawan Berita Hoaks", Kamis (22/11/2018) di Hotel Borobudur, Jakarta. Acara tersebut dihadiri oleh Ketua Umum PWI Pusat, VP Corporate Communications PT Pertamina, Ketua Dewan Pers, Perwakilan dari Menteri Kemenkominfo, Perwakilan dari Dirjen IKP Kemenkominfo, Praktisi Media Sosial, para rekan jurnalis dari berbagai media, dan mahasiswa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: