Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengembalikan Keperkasaan Komoditas Tambang Nasional

Mengembalikan Keperkasaan Komoditas Tambang Nasional Kredit Foto: Freeport Indonesia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia adalah negara yang kaya hasil tambang. Dengan kekayaan alam yang dimiliki negara ini seharusnya bisa menjadi negara yang lebih maju dibanding negara lain yang tidak memiliki hasil tambang. Sebab barang tambang yang dikelola dengan baik dapat berkontribusi maksimal terhadap perekonomian nasional. 

Di dalam perut bumi Indonesia ini ada belasan bahkan puluhan barang tambang. Jika digolongkan, menurut UU No 11 Tahun 1067 ada tiga bahan galian, yakni Golongan A sebagai barang tambang strategis yang meliputi minyak bumi, gas alam, batubara, nikel dan timbah. Golongan B sebagai barang tambang vital yang meliputi emas, perak, platina, tembaga, intan, belerang, besi dan bouksit. Dan Golongan C sebagai bahan industri antara lain kaolin, fosfat, gipsum, mangan, dan masih banyak lagi. 

Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, barang tambang Indonesia juga diekspor ke sejumlah negara. Beberapa komoditas tambang yang diekspor antara lain minyak bumi, gas alam, batubara, besi, baja, timah, tembaga hingga emas. Bahan tambang diekspor dalam bentu bahan mentah, ada juga yang sudah diolah menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi. 

Laporan analisis komoditi ekspor badan pusat statistik (BPS) 2011-2017 menyebutkan, nilai ekspor migas mencapai US$15.744,4 juta, dan nonmigas sebesar US$153.083,8 juta. Dari sektor nonmigas sendiri juga terdapat sub sektor pertambangan mencapai 15,88%. 

BPS juga merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan II-2018 5,27%. Pertumbuhan tersebut didorong oleh sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh 2,21%, dengan kontribusi 7,92% dari total PDB Rp3.683,9 triliun, atau Rp291,7 triliun. 

Sementara Kementerian Keuangan mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) per Agustus tahun ini mencapai Rp240,3 triliun, setara 87,2% dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2018. Dari penerimaan tersebut mineral dan batubara (minerba) menyumbang Rp33,55 triliun, padahal target sepanjang tahun hanya Rp32,09 triliun. 

Namun jika melihat lima tahun yang lalu, angka tersebut rupanya masih jauh lebih rendah dibanding dengan capaian tahun-tahun sebelumnya. Sebelum diberlakukan UU Minerba No 4 Tahun 2009 tentang larangan ekspor bahan mentah, nilai ekspor pertambangan mencapai Rp64,13 triliun di 2012, Rp59,48 triliun di 2013, dan Rp49,53 triliun di 2014. Angkanya semakin turun setelah diberlakukan UU Minerba, menjadi Rp36,18 triliun di 2015 dan Rp30,34 triliun di 2016.

UU Minerba sebetulnya dirancang untuk meningkatkan nilai tambah barang tambang dengan diekspor dalam bentuk barang jadi atau setengah jadi. Namun melihat dampak yang ditimbulkan pemerintah saat ini sedang menyusun revisi UU Minerba guna mengembalikan keperkasaan komoditas tambang nasional. 

UU Minerba juga bentuk komitmen pemerintah dalam mendorong pertumbuhan pertambangan Indonesia. Beberapa poin penting lainnya adalah digantinya sistem kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR), dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK). 

Sistem itu pula yang telah diterapkan untuk mengambil alih PT Freeport Indonesia. Melalui UU tersebut, pemerintah akhirnya berhasil menandatangani kesepakatan terkait divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia. Dengan kepemilikan setengah saham Freeport pemerintah akan mendapatkan pula separuh keuntungan yang selama ini didapatkan Freeport Indonesia. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dengan memegang saham mayoritas, pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Sebab Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika mendapatan 10% dari 51% saham yang kini dimiliki Indonesia. 

Melihat kebijakan pemerintah tersebut, prinsipnya sangat baik untuk memaksimalkan sumber daya alam pertambangan agar berkontribusi lebih banyak bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun sepertinya UU tersebut masih ada beberapa kelemahan dan masih perlu disempurnakan. Diharapkan pemerintah segera menemukan formula yang telah dalam rancangan revisinya, agar UU benar-benar ampuh dalam memaksimalkan komoditas tambang yang dimiliki.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: