Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Utang BUMN Capai Rp5.271 Triliun, Kementerian Buka Suara

Utang BUMN Capai Rp5.271 Triliun, Kementerian Buka Suara Kredit Foto: Kementerian BUMN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian yang mengelola perusahaan pelat merah, yakni Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan penjelasan terkait utang yang ditanggung sudah tercatat Rp5.271 triliun.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius K Ro menjelaskan, total liabilitas BUMN per September 2018 memang mencapai Rp5.271 triliun, di mana total aset mencapai Rp7.718 triliun, meningkat Rp508 triliun dari Rp7.210 triliun per Desember 2017.

Namun, perlu diketahui juga bahwa total utang sebesar Rp5.271 triliun tersebut didominasi oleh sektor jasa keuangan sebesar Rp3.300 triliun, di mana hampir 75%-nya merupakan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari perbankan.

"Kondisi utang BUMN tersebut masih dalam kondisi yang aman. Bila dibandingkan dengan rata-rata industri mengacu pada data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) bahwa rasio Debt to Equity BUMN masing-masing sektor masih berada di bawah rata-rata Debt to Equity industri," ujar Aloy di Kementerian BUMN, Selasa (4/12/2018).

Kementerian BUMN pun terus mendorong BUMN untuk berinovasi dalam mencari pendanaan dengan tidak terpaku pada pendanaan konvensional yang bersifat utang, seperti utang perbankan.

"Namun, juga yang sifatnya kuasi ekuitas, sehingga selain mendapatkan dana segar, sekaligus dapat memperkuat struktur permodalan dan neraca BUMN," lanjutnya.

Di samping itu, beberapa BUMN telah melantai di BEI, menjadi perusahaan terbuka dan di antaranya melakukan penerbitan surat utang melalui pasar modal dalam bentuk instrumen Medium Term Notes (MTN), obligasi domestik, maupun global bonds. Sehingga, BUMN-BUMN tersebut turut dituntut menjaga kondisi keuangan, tidak hanya oleh Kementerian BUMN sebagai ultimate shareholder, namun juga oleh pemegang saham publik dan pemegang obligasi BUMN.

"Berbagai alternatif pendanaan telah dilakukan BUMN, seperti Komodo Bonds, Sekuritisasi Aset, Project Bonds, Perpetual Bonds, hingga Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT). Ke depannya, masih akan dikembangkan berbagai inovasi pendanaan lain seperti KIK Dinfra dan masih banyak lainnya," tutup Aloy.

Aloysius kembali menjelaskan bahwa Kementerian BUMN melalui setiap kedeputian teknis selalu memonitor aksi-aksi korporasi BUMN yang mencari pendanaan.

"Bentuk nyata monitoring di antaranya dengan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaa (RKAP) dan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) setiap perusahaan," kata Aloy.

Selain itu, kata Aloy, dari sisi eksternal, masing-masing BUMN juga dibantu oleh lembaga rating domestik dan internasional yang dapat menilai kemampuan dalam melakukan leveraging dan mendapatkan pinjaman luar negeri. Kemudian, setiap kali melakukan Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN), BUMN selalu berkoordinasi dan meminta persetujuan tiga badan pemerintah, di antaranya Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Kementerian Kordinator Perekonomian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: