Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kuasai 51% Saham BCA, Ini Nilai Kekayaan Pemilik Djarum

Kuasai 51% Saham BCA, Ini Nilai Kekayaan Pemilik Djarum Kredit Foto: Forbes
Warta Ekonomi, Jakarta -

Siapa yang tak kenal dengan salah satu perusahaan raksasa di Indonesia, Djarum Group. Tentu seluruh telinga masyarakat Indonesia atau bahkan dunia sudah akrab dengan nama perusahaan yang cukup sering terpampang di setiap kegiatan olahraga atau pun beasiswa ini. 

Robert Budi Hartono (78) atau yang memiliki nama asli Oei Hwie Tjhong, lahir di Semarang, 28 April 1940 adalah pemilik dari Djarum Group. Robert merupakan anak kedua dari pendiri perusahaan Djarum, yaitu Oei Wie Gwan. Kekayaannya seperti dicatat Majalah Forbes mencapai US$17,1 miliar atau Rp228 triliun.

Robert yang merupakan keturunan Tionghoa-Indonesia ini memiliki kakak bernama Michael Bambang Hartono alias Oei Hwie Siang. Selain Djarum, Robert dan Michael adalah pemegang saham terbesar di Bank Central Asia (BCA). Mereka berdua melalui Farindo Holding Ltd menguasai 51% saham BCA. 

Selain itu, mereka memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 65.000 hektare di Kalimantan Barat sejak 2008, serta sejumlah properti, di antaranya pemilik Grand Indonesia dan perusahaan elektronik. Salah satu bisnis Group Djarum di sektor ini bergerak di bawah bendera Polytron yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Polytron kini juga memproduksi ponsel yang sebelumnya hanya memproduksi AC, kulkas, produk video dan audio, dan dispenser. 

Melalui perusahaan yang baru dibuat, yakni Ventures Global Digital Prima, Global Digital Niaga (Blibli.com), mereka membeli Kaskus, situs Indonesia yang paling populer.

Ayahnya, Oei Wie Gwan adalah pemilik usaha kecil Djarum Gramophon yang kemudian diubah menjadi Djarum yang kala itu diharapkan menjadi sebuah perusahaan rokok terbesar di dunia. 

Seperti dilansir dari Biografiku.com, ayah Robert merupakan orang terkaya nomor satu selama beberapa tahun di Indonesia dan urutan ke-131 terkaya di dunia. Semua berawal dari Oei Wie Gwan yang membeli usaha kecil dalam bidang kretek bernama Djarum Gramophon pada 1951. Oei mulai memasarkan kretek dengan merek Djarum yang ternyata sukses di pasaran.

Setelah kebakaran hampir memusnahkan perusahaan pada 1963, Djarum kembali bangkit dan memodernisasikan peralatan di pabriknya. Robert dan kakaknya, Michael Budi Hartono menerima warisan ini setelah ayahnya meninggal. Saat itu pabrik perusahaan Djarum baru saja terbakar dan mengalami kondisi yang tidak stabil. Namun, kemudian di tangan dua bersaudara Hartono, Djarum bisa tumbuh menjadi perusahaan raksasa.

Pada 1972, Djarum mulai mengeskpor produk rokoknya ke luar negeri. Tiga tahun kemudian, Djarum memasarkan Djarum Filter, merek pertamanya yang diproduksi menggunakan mesin, diikuti merek Djarum Super yang diperkenalkan pada 1981.

Saat ini, di Amerika Serikat (AS) perusahaan rokok ini pun memilki pangsa pasar yang besar. Di negeri asalnya sendiri, Indonesia, produksi Djarum mencapai 48 miliar batang per tahun atau 20% dari total produksi nasional.

Seiring dengan pertumbuhannya, perusahaan rokok ini menjelma dari perusahaan rokok menjadi grup bisnis yang berinvestasi di berbagai sektor. Djarum mereka dilarang di AS sejak 2009 bersama dengan rokok kretek lain karena telah diluncurkan Dos Hermanos, sebuah cerutu premium pencampuran tembakau Brasil dan Indonesia.

Robert Budi Hartono dengan Djarum Group yang dipimpinnya melebarkan sayap ke banyak sektor antara lain, perbankan, properti, agrobisnis, elektronik, dan multimedia. Diversifikasi bisnis dan investasi yang dilakukan Djarum Group ini memperkokoh imperium bisnisnya yang berawal di 1951.

Di bidang Agribisnis, Robert bersama Michael memiliki perkebunan sawit seluas 65.000 hektare yang terletak di Kalimantan Barat sejak 2008. Mereka bergerak di bawah payung Hartono Plantations Indonesia, salah satu bagian dari Djarum Group. Di bidang properti, banyak proyek yang dijalankan di bawah kendali CEO Djarum ini, dan yang paling besar adalah mega royek Grand Indonesia yang ditandatangani pada 2004 dan selesai pada 2008.

Proyek ini mencakup hotel (renovasi dari Hotel Indonesia), pusat belanja, gedung perkantoran 57 lantai, dan apartemen. Total nilai investasi sebesar Rp1,3 triliun. Majalah Globe Asia menyatakan Robert sebagai orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan US$4,2 miliar atau sekitar Rp37,8 triliun. Pada tahun yang sama, Robert bersama Michael Hartono di bawah bendera Djarum Group melebarkan investasi ke sektor perbankan.

Mereka pun menjadi pemegang saham utama, menguasai 51% saham BCA yang merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia saat ini. Berdasarkan data dari Bank Indonesia akhir 2011, nilai aset BCA sebesar Rp380,927 triliun.

BCA yang secara resmi berdiri pada 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV, banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi di 1997. Bukti eksistensi Djarum Group adalah gedung pencakar langit di kompleks megaproyek Grand Indonesia yang diberi nama Menara BCA.

BCA lah penyewa utama gedung tersebut dari 2007 hingga 2035 mendatang. Dengan demikian tergabunglah lingkungan operasional dua raksasa bisnis Indonesia di tengah-tengah pusat ibukota yang menjadi bukti keberkuasaan Djarum di kancah bisnis Indonesia.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ning Rahayu
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: