Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

2019, Jangan Ada Hoaks di Antara Kita (II)

2019, Jangan Ada Hoaks di Antara Kita (II) Kredit Foto: Instagram
Warta Ekonomi, Purwokerto -

Kedua, masyarakat perlu mewaspadai informasi yang kontroversial. Hal-hal yang kontroversial rentan hoaks karena biasanya masyarakat menaruh perhatian pada hal seperti ini. Semakin kontroversial, semakin cepat informasi menjadi viral.

"Ketiga, waspada pada informasi yang terlalu indah untuk terjadi. Karena hoaks tak melulu pada hal-hal buruk. Masyarakat senang pada informasi yang menyenangkan mereka. Rasa senang biasanya menurunkan daya kritis," katanya.

Keempat, kata dia, masyarakat bisa memanfaatkan beberapa situs atau aplikasi untuk menghindari hoaks. Ada database, yang akan membantu masyarakat untuk mengecek apakah sebuah informasi termasuk hoaks atau tidak.

Kelima, masyarakat perlu membiasakan untuk melakukan pengecekan ulang dengan bantuan mesin pencari.

"Masukkan saja kata kunci dari informasi tersebut, maka kita akan di antarkan pada sumber-sumber terkait. Lihat sumber-sumbernya, seberapa kredibel sumber tersebut," katanya.

Dia menambahkan, mengatasi hoaks memerlukan langkah struktural dan kultural.

Strategi struktural, adalah pendekatan hukum. Merupakan wilayah pemerintah, untuk mengantisipasi penyebaran hoaks melalui penegakan hukum.

Menurut dia, menindak pelaku dengan tegas sesuai koridor hukum, setidaknya akan memberikan efek jera bagi yang suka bermain-main dengan informasi bohong.

Upaya pencegahan, tambah dia, bisa dilakukan dengan mengajak semua kontestan agar bertanggung jawab, dengan mendisiplinkan jajaran partai atau konstituennya.

Dan selain penegakan hukum, tambah dia, pemerintah juga bisa mendukung kampanye antihoaks yang selama ini dilakukan oleh LSM atau komunitas-komunitas sosial.

Peran Parpol Pernyataan serupa disampaikan oleh Pengamat Politik dari Universitas Jenderal Soedirman, Luthfi Makhasin. Menurut dia, berdasarkan pengalaman sebelumnya, maka hoaks dikhawatirkan makin marak mendekati waktu pemilihan.

Kendati demikian, kata dia, hoaks bisa diminimalisir dengan literasi digital atau literasi media. Dan tentu saja hal tersebut memerlukan partisipasi banyak pihak.

Bukan hanya peran pemerintah dan penyelenggara pemilu, namun juga termasuk media, akademisi, dan masyarakat.

Penyelenggara pemilu misalnya, bisa mengintensifkan kegiatan pendidikan pemilih.

Kegiatan pendidikan pemilih ini salah satu tujuannya adalah untuk menyadarkan pemilih bagaimana menjadi pemilih yang cerdas dan berkualitas sehingga tidak mudah terpengaruh berita hoaks.

Pasalnya, dengan tingkat literasi yang rendah, maka masyarakat dikhawatirkan menjadi korban berita palsu dan pada akhirnya menjadi partisan emosional.

Selain itu, partai politik juga dinilai ikut berperan strategis dalam upaya meminimalisir hoaks misalkan saja dengan kampanye positif dan berbasis program.

Selain itu, dengan tidak melakukan eksploitasi identitas maka partai politik dinilai telah berperan dalam mencegah hoaks.

Dengan demikian, perlu menjadi perhatian bersama bahwa demi menyukseskan penyelenggaraan pesta demokrasi di Tanah Air, seluruh lapisan masyarakat hendaknya ikut berpartisipasi menjaga situasi tetap kondusif, salah satunya ikut mencegah penyebaran berita bohong dengan memperkuat literasi media.

Jadi, literasi digital itu merujuk pada partisipasi atau penggunaan piranti digital secara positif dan konstruktif.

Masyarakat tidak semata punya akses digital, tetapi juga bisa memanfaatkan akses itu untuk kehidupan yang lebih baik.

Selesai, (Antara/Wuryanti Puspitasari).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: