Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tutup dari 2017, Thai Lion Air Kembali Buka Rute Bali-Bangkok

Tutup dari 2017, Thai Lion Air Kembali Buka Rute Bali-Bangkok Kredit Foto: Lion Air
Warta Ekonomi, Denpasar -

Maskapai penerbangan Thai Lion Air menghidupkan kembali rute Bali-Bangkok (PP) setelah ditutup pada 2017, guna mendongkrak kunjungan wisatawan Asia Tenggara (Thailand), sedangkan Asita Bali juga optimistis wisatawan China akan kembali melonjak mendekati liburan akhir tahun.

"Kami berharap akan ada lagi penambahan frekuensi penerbangan ke Bali," kata Manajer Lion Air Group Bali dan Nusa Tenggara Fajar Teguh di Denpasar, Sabtu (22/12/2018). Penerbangan maskapai berbiaya hemat itu akan dilayani tujuh kali dalam seminggu dengan penerbangan perdana dilakukan pada Jumat (21/12) melalui Bandara Don Mueang di Bangkok.

Pesawat dengan nomor penerbangan SL-258 tersebut berangkat dari Bangkok pukul 12.55 waktu setempat dengan membawa 178 penumpang menggunakan Boeing 737-800 Next Gen dan tiba di Bali pukul 18.33 Wita.

Untuk rute sebaliknya, penerbangan rute dari Bali menuju Bangkok menggunakan nomor penerbangan SL-259 dijadwalkan berangkat pukul 19.20 Wita dan tiba pukul 23.05 waktu setempat, dengan mengangkut 158 penumpang.

Pada penyambutan penerbangan perdana itu, Staf Khusus Menteri Pariwisata Bidang Akses dan Infrastruktur Judi Rifajantoro mengatakan ada tiga peluang yang bisa diraih setelah adanya pembukaan rute baru itu.

"Pertama peningkatan kunjungan dari Thailand ke Bali. Kedua, saat ini ada lebih dari 40 juta wisatawan asing di Thailand. Mengapa tidak kami tarik untuk mengunjungi destinasi kedua?," katanya.

Selain itu, yang ketiga, lanjut dia, Thai Lion Air mempunyai jaringan luas ke 20 kota di China, juga ke India dan Jepang, sehingga berpotensi membuat promosi bersama untuk rute menggunakan maskapai itu.

Senada dengan Judi, General Manager Bandara I Gusti Ngurah Rai Yanus Suprayogi juga mengharapkan sinergi positif itu akan mendorong kunjungan wisman ke Indonesia melalui Bali.

Selama periode Januari-November 2018, Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai telah melayani 5,6 juta wisatawan mancanegara atau naik 7,31 persen dibandingkan periode sama tahun 2017. Hingga November 2018, kedatangan wisatawan Thailand ke Bali mencapai hampir 50 ribu orang, atau naik 47 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

"Dibukanya kembali rute ini, diharapkan dapat menjadi salah satu katalis dalam peningkatan jumlah wisatawan mancanegara ke Pulau Dewata," kata Yanus.

Asita Optimistis Sementara itu, Asosiasi Agen Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali optimistis pertumbuhan wisatawan China akan kembali melonjak mendekati libur panjang akhir tahun setelah mengalami penurunan sekitar 40 persen pada November 2018 jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

"Bali merupakan salah satu destinasi yang diminati. Dari sekitar 200 juta pemegang paspor, dua persen saja berkunjung ke Bali, itu jumlah yang sangat besar. Mereka pasar potensial," kata Ketua Asita Bali Ketut Ardana.

Optimisme tersebut muncul setelah pelaku pariwisata di Bali melakukan promosi pariwisata bersama dengan Wakil Gubernur Bali Cokorda Oka Arta Ardana Sukawati ke Shanghai dan Beijing awal Desember 2018.

Dalam kesempatan itu, para pelaku pariwisata tersebut bertemu dengan puluhan operator bisnis pariwisata di dua kota di China dan mengenalkan lebih lengkap perkembangan Pulau Dewata termasuk produk pariwisata Bali.

"Mereka harus melihat Bali secara keseluruhan, masyarakatnya yang ramah, seni dan budaya yang menjadi magnet dan tidak ada yang sama dengan destinasi lain di dunia," ucapnya.

Ia menjelaskan penurunan turis dari negeri tirai bambu itu diperkirakan karena periode November merupakan "low season" atau musim sepi kunjungan. Selain itu juga didorong beberapa peristiwa alam seperti gempa bumi di Lombok dan Palu yang bersusulan serta tragedi jatuhnya pesawat Lion Air turut berkontrinusi membuat penurunan kunjungan.

Meski demikian, ia tidak memungkiri penurunan itu juga terjadi setelah pemerintah menutup sejumlah toko yang terafiliasi dengan praktik wisata murah atau "zero dollar tour".

Praktik curang itu menggiring wisatawan China lebih banyak diajak ke sejumlah pertokoan dengan barang yang justru banyak buatan negeri tirai bambu itu dengan sistem pembayaran yang tidak masuk di Indonesia, serta tenaga kerja asing.

Kegiatan itu sebelumnya sudah diatur sedemikian rupa oleh agen wisata tertentu yang berafiliasi dengan tempat penjualan. Akibatnya, penerimaan negara devisa kedatangan wisatawan Tiongkok itu tidak optimal dan cenderung rendah selama masa tinggal rata-rata lima hari empat malam.

Terkait itu, pihaknya memohon Pemprov Bali melakukan perubahan aturan perizinan biro perjalanan wisata beroperasi di Bali termasuk meningkatkan kualitas kerja sama dan koordinasi antarasosiasi pariwisata di bawah Gabungan Industri Pariwisata Indonesia.

Sementara itu, Ketua "Bali Liang" atau komite di Asita Bali yang khusus membidangi wisatawan China, Elsye Deliana mendukung langkah pemerintah menutup toko yang melanggar aturan, termasuk terafiliasi melakukan praktik "zero tour dollar".

Agen perjalanan wisata dari China, kata dia, juga sepakat ingin membantu menghapus praktik wisata murah itu setelah ia bersama pelaku pariwisata lainnya mengadakan promosi. "Kami mau meyakinkan ke agen di China bahwa kami akan bangkitkan lagi dengan wajah baru, tidak ada lagi 'zero tour fee', mereka harus mau bantu kami, karena Bali tidak mau jual murah lagi," ucapnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Clara Aprilia Sukandar

Bagikan Artikel: