Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ramai-Ramai Meragukan Data Nielsen

Ramai-Ramai Meragukan Data Nielsen Kredit Foto: Unsplash/Obayda PH
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pihak Nielsen sempat bungkam ketika Warta Ekonomi meminta komentar tentang kehadiran Inrate di industri rating TV Indonesia. Satu hari kemudian mereka mengeluarkan pernyataan: Nielsen menghargai kehadiran Inrate.

Pada awal tahun 2018 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan mereka meragukan data pengukuran kepemirsaan televisi yang dikeluarkan oleh Nielsen. KPI merasa tidak yakin jika panel sebanyak 2.273 rumah tangga di 11 kota dapat mencerminkan karakteristik seluruh penonton Indonesia

Hal senada juga disampaikan oleh beberapa praktisi penyiaran. Beberapa praktisi penyiaran di Indonesia ragu jika rating Nielsen mampu mencerminkan data program tayangan favorit pemirsa. Namun karena tidak memiliki alternatif lain, mereka terpaksa menelan mentah-mentah rating tersebut.

Kebutuhan atas data alternatif ini yang coba dimanfaatkan oleh Metranet dengan meluncurkan Inrate. Anak perusahaan Telkom yang dibentuk pada tahun 2009 ini menggadang-gadang Inrate bakal merevolusi industri rating TV Tanah Air.

Baca JugaRevolusi Senyap Metranet Hadirkan Inrate

Marketing Communication Specialist Nielsen Indonesia, Marlina Elisabeth, mengatakan pihaknya menyambut baik kehadiran Inrate. Pertama, kehadiran Inrate bisa menjadi alternatif pengukuran kepemirsaan televisi di Indonesia. Kedua, kehadiran Inrate bisa menciptakan kompetisi sehingga akan mendorong kedua belah pihak untuk melakukan inovasi serta meningkatkan kualitas terhadap produk dan layanan.

"Yang terpenting dan selalu menjadi fokus kami adalah memberikan layanan terbaik bagi klien dan memberikan insight yang tepat untuk mendukung pertumbuhan bisnis klien," katanya di Jakarta, belum lama ini.

Pertanyaan berikutnya adalah: apakah Inrate memang bisa menjadi alternatif sebagaimana yang mereka gadang-gadang? Tentu tidak mudah bagi Inrate untuk melakukan hal tersebut. Apalagi, Nielsen sudah sangat berpengalaman di dalam industri ini.

Sarat Pengalaman

Kehadiran Nielsen di industri rating televisi Indonesia dimulai pada tahun 1991 silam. Kala itu stasiun televisi dan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) membutuhkan data tentang perilaku menonton dan hasil dari iklan televisi. Karena menjadi kebutuhan bersama maka mereka secara bergotong-royong membiayai layanan rating tersebut. Pihak televisi membiayai sekitar 75% dari total biaya, sementara P3I membiayai 25% sisanya.

Melalui TV Audience Measurement, Nielsen mengukur rating dan audience-share stasiun dan program-program acara televisi. Cara mereka mengukur rating yakni dengan memasang alat bernama People Meter di setiap rumah tangga yang menjadi panel. People Meter ini terdiri dari sebuah decoder yang merekam data dan sebuah remote control untuk menjawab pertanyaan/survei.

Sejak pertama kali hadir, sudah ada kritik terhadap rating Nielsen. Wartawan senior Veven Wardhana pernah mengkritik bahwa data yang dikumpulkan oleh Nielsen tidak akurat. Sebagai contoh, seorang pembantu diminta mengingat kebiasaan menonton sang majikan karena tak punya waktu untuk mengisi buku harian.

Kritik lain yang disampaikan oleh Wardhana yakni rating dapat dimanipulasi atau dibeli. Adolf Siregar dari ACNielsen menyangkal bahwa rating bisa dibeli. Menurutnya, kritik-kritik tersebut merupakan ekspresi frustasi dan kekecewaan para produser yang memproduksi tayangan televisi dengan rating rendah.

Klarifikasi

Nielsen yang diwakili oleh Mila Lubis selaku Director, Marketing, and Communications menyampaikan klarifikasi atas pemberitaan ini. Berikut klarifikasi yang disampaikan oleh pihak Nielsen

Kami mendapati ada informasi-informasi yang tidak akurat dalam konten artikel tersebut, yang dapat menimbulkan persepsi negatif pembaca terhadap Nielsen. Beberapa hal yang menjadi perhatian kami adalah:

1. Paragraf pertama artikel yang berbunyi: "Pihak Nielsen sempat bungkam ketika Warta Ekonomi meminta komentar tentang kehadiran Inrate di industri rating TV Indonesia. Satu hari kemudian mereka mengeluarkan pernyataan: Nielsen menghargai kehadiran Inrate." menimbulkan kesan seolah-olah Nielsen sengaja menghindar dan mengulur waktu, sementara faktanya tidak demikian karena respon kami berikan kurang dari 24 jam setelah menerima pertanyaan dari Anda.

2. Paragraf mengenai kritikan almarhum wartawan senior Veven Wardhana yang berbunyi: "Wartawan senior Veven Wardhana pernah mengkritik bahwa data yang dikumpulkan oleh Nielsen tidak akurat. Sebagai contoh, seorang pembantu diminta mengingat kebiasaan menonton sang majikan karena tak punya waktu untuk mengisi buku harian." Untuk informasi, metodologi buku harian (diary) sudah sangat lama tidak lagi kami gunakan. Paragraf ini sangat tidak relevan dengan kondisi saat ini dan dengan demikian memberikan informasi yang salah kepada pembaca.

3. Paragraf terakhir yang berbunyi: "Kritik lain yang disampaikan oleh Wardhana yakni rating dapat dimanipulasi atau dibeli. Adolf Siregar dari ACNielsen menyangkal bahwa rating bisa dibeli. Menurutnya, kritik-kritik tersebut merupakan ekspresi frustasi dan kekecewaan para produser yang memproduksi tayangan televisi dengan rating rendah.' Saudara Adolf Siregar sudah lebih dari 10 tahun tidak lagi bekerja di Nielsen, karena itu mencantumkan nama beliau sebagai narasumber  sangat tidak akurat dan menyesatkan pembaca yang mendapatkan kesan bahwa beliau adalah karyawan Nielsen (bukan AC Nielsen).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: