Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menyambut Era Baru Industri Rating TV Indonesia

Menyambut Era Baru Industri Rating TV Indonesia Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kehadiran Inrate besutan Metranet menjadi oase di tengah industri rating televisi Indonesia. Sudah terlalu lama industri ini berada dalam situasi asimetri informasi.

Para praktisi penyiaran menyambut positif peluncuran Inrate pada awal bulan Desember 2018 ini. Mereka berharap Inrate bisa menjadi platform alternatif untuk mengukur kepemirsaan televisi di Indonesia. Produk dan layanan yang ditawarkan oleh Inrate pun dianggap lebih canggih karena pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dengan menggunakan pendekatan big data analytics.

Wakil Ketua Umum I Perhumas Indonesia, Heri Rakhmadi, mengatakan industri rating televisi Indonesia sudah terlalu lama berada dalam situasi asimetri informasi. Nielsen merupakan satu-satunya pihak yang menguasai rating televisi di Indonesia. Alhasil, pelaku industri penyiaran dan periklanan terpaksa menerima data tersebut.

"Kami percaya Nielsen selalu memberikan informasi yang tepat dan terbaik. Namun, dengan adanya kompetisi dan data pembanding maka kualitas informasi yang mereka berikan pasti akan meningkat. Menurut saya, competition makes quality," katanya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, belum lama ini.

Baca JugaRevolusi Senyap Metranet Hadirkan Inrate

Situasi monopolis di industri rating televisi bukan hanya dialami oleh Indonesia, namun negara seperti Amerika Serikat pun pernah merasakan hal serupa. Alan Wurtzel dari NBC pernah mengeluhkan posisi Nielsen yang menjadi satu-satunya pemain di industri tersebut. Alhasil, seluruh pemain industri sangat bergantung terhadap laporan mereka.

Laporan Nielsen tentang perilaku audiens dalam menonton televisi sangat menentukan ke mana arah belanja iklan mengalir. Para pemain dengan rating kecil komplain, namun karena tak ada data pembanding maka mereka terpaksa menerima data tersebut.

Meski demikian, Heri Rakhmadi mengatakan Inrate harus membuktikan diri bisa menjadi alternatif dari Nielsen dengan cara menyajikan kualitas produk dan layanan yang mumpuni. Jika tak mampu, para pelaku industri akan kembali kepada data Nielsen. Saat ini ia masih belum bisa berkomentar apakah kualitas produk Inrate sudah setara dengan Nielsen atau belum.

"Kalau kualitas produk (Inrate) setingkat (dengan Nielsen) atau tidak, kita lihat di perjalanan," sebutnya.

Metranet sendiri menggadang-gadang Inrate bakal merevolusi industri rating televisi di Tanah Air. Hal itu karena Inrate menggunakan pendekatan teknologi informasi (TI) terkini dalam melakukan pengolahan dan penyajian hasil data. Pengguna dapat mengakses informasi terkini karena data terus-menerus diperbaharui secara real time.

Inrate memonitor seluruh tayangan televisi di Indonesia baik yang berbayar maupun free to air (FTA). Data analisis alat pengukuran kepemirsaan televisi buatan lokal ini diambil dari populasi 2,1 juta pelanggan UseeTV yang tersebar di 438 kota dan 34 provinsi se-Indonesia. Populasi pemirsa tersebut jauh lebih besar dari jumlah panel Nielsen yang hanya sebanyak 2.273 rumah tangga di 11 kota.

Baca JugaRamai-Ramai Meragukan Data Nielsen

Sebelumnya, Clay Bigham pernah menyebutkan jika Nielsen merupakan perusahaan jadul yang mengakomodasi model bisnis lama. Sistem rating Nielsen dianggap sebagai "sistem rating dinosaurus" karena tak mampu menghitung pemirsa televisi pengguna platform digital.

Terkait hal tersebut, Megan Clarken dari Nielsen mengatakan pihaknya bisa saja dengan mudah menghitung pemirsa digital dalam laporan mereka. Akan tetapi, mereka tak melakukan hal tersebut karena industri penyiaran dan periklanan tak membutuhkannya. Alhasil, Nielsen hanya menghitung pemirsa siaran televisi model tradisional.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: