Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CIPS: HPP Justru Hambat Kerja Bulog Serap Gabah dan Beras Petani

CIPS: HPP Justru Hambat Kerja Bulog Serap Gabah dan Beras Petani Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penerapan Harga Pokok Pembelian (HPP) gabah dan beras perlu ditinjau ulang efektivitasnya. Adanya HPP justru menghambat kerja Bulog untuk menyerap gabah dan beras dari petani. Padahal keputusan untuk tidak mengimpor beras di awal 2019 sangat dipengaruhi oleh ketersediaan beras di gudang-gudang Bulog.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman, mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan Harga Pokok Pembelian (HPP) yang tercantum dalam Instruksi presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2015.

"Bulog hanya diperbolehkan melakukan pembelian di tingkat petani dan penggiling apabila harganya berada di kisaran Rp 3.700,00 untuk Gabah Kering Panen (GKP), Rp 4.600 untuk Gabah Kering Giling (GKG) dan Rp 7.300 untuk beras. Fleksibilitas harga hanya diperbolehkan maksimal 10%," jelas Ilman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (4/1/2019).

Ilman menambahkan, Bulog sebaiknya diberikan keleluasaan untuk menyerap beras dan tidak terpaku pada HPP. Banyak faktor yang memengaruhi serapan beras Bulog selain penerapan HPP, musim kemarau yang lalu tentunya juga memengaruhi jumlah beras yang diproduksi petani.

"Karena jumlahnya lebih sedikit, maka ada kecenderungan petani untuk menjual gabah dengan harga yang lebih tinggi. Pada akhirnya, tidak menutup kemungkinan petani memutuskan untuk menjual ke tengkulak dan pada akhirnya akan mengganggu stabilitas harga beras di pasaran,” urainya.

Untuk itu, Ilman menyarankan sebaiknya pemerintah tidak usah fokus untuk mematok harga jual beli. Pemerintah justru sebaiknya perlu meninjau ulang, jika perlu mencabut skema HPP yang diatur dalam aturan tersebut dan fokus menjaga stabilitas harga beras melalui operasi pasar menggunakan cadangan beras yang tersedia di gudang Bulog.

Pemerintah memutuskan untuk tidak mengimpor beras di awal 2019 dikarenakan stok di gudang Bulog dianggap masih mencukupi dan kekurangan beras di pasaran bisa ditutupi melalui operasi pasar. Operasi pasar dilakukan menggunakan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang saat ini sudah ada di kisaran 2,8 juta ton yang terdiri dari 1,5 juta ton beras serapan lokal dan sisanya beras impor.

Pada 2018, pemerintah menargetkan target serapan sebesar 2,7 juta ton. Target penyerapan ini dibagi menjadi dua term yaitu Januari–Juli 2018 sebesar 2,31 juta ton dan sisanya di bulan Agustus hingga September. Namun hingga akhir 2018, realisasi penyerapan hanya sekitar 1,5 juta ton. Sementara itu di 2019, target serapan diturunkan menjadi 1,8 juta ton.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: