Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Stok Melimpah, Harga Minyak Nabati Global Masih Terjerembab

Stok Melimpah, Harga Minyak Nabati Global Masih Terjerembab Kredit Foto: Antara/Rahmad
Warta Ekonomi, Jakarta -

Harga minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) global kembali terjerembab pada November 2018 dengan harga rata-rata US$473,6 per metrik ton. Harga ini merupakan terendah sejak Juli 2006.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Mukti Sardjono menjelaskan bahwa harga minyak nabati global turun karena stok minyak nabati global seperti sawit, kedelai, biji bunga matahari, dan rapeseed masih melimpah.

"Keadaan ini juga diperparah dengan lemahnya permintaan pasar global, sehingga harga masih akan sulit terangkat," kata dia dalam keterangan tertulisnya yang diterima Selasa (8/1/2019).

Sepanjang November 2018, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia juga mengalami penurunan. Harga yang rendah tidak serta merta mendongkrak pembelian oleh negara-negara pengimpor minyak sawit.

Volume ekspor minyak sawit Indonesia (CPO dan turunannya, olechemical dan biodiesel) membukukan penurunan 4% dibandingkan dengan bulan sebelumnya atau dari 3,35 juta ton turun menjadi 3,22 juta ton.

"Khusus volume ekspor CPO, PKO, dan turunannya saja (tidak termasuk oleochemical dan biodiesel) mencapai 2,99 juta ton atau turun 5% dibandingkan pada Oktober lalu yang membukuan 3,14 juta ton," ujar Mukti.

Dari total ekspor 2,99 juta ton, CPO hanya menyumbang sebanyak 866,19 ribu ton atau 29%. Sedangkan sisanya 2,13 juta ton (71%) adalah produk turunan dari CPO.

November 2018, Pakistan mencatatkan rekor tertinggi pembelian minyak sawit terbanyak sepanjang sejarah perdagangan minyak sawit Indonesia dan Pakistan, yaitu sebesar 326,41 ribu ton atau naik 32% dibandingkan bulan sebelumnya dengan volume 246.97 ribu ton.

"Harga minyak sawit yang murah dan pengisian stok sepertinya menjadi faktor pendorong naiknya impor minyak sawit oleh Pakistan. Ke depan dengan semakin luasnya Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dan Pakistan, serta sedang dijajaki untuk ditingkatkan menjadi perdagangan bebas, maka peluang Indonesia untuk terus meningkatkan perdagangan minyak sawit akan semakin besar," jelasnya.

Minyak sawit merupakan salah satu minyak utama yang digunakan dalam produk makanan, rumah tangga, dan industri lain di Pakistan yang memiliki banyak penduduk. Sehingga, menurut Mukti, penting bagi pemerintah untuk mempercepat proses pemberlakuan PTA yang telah ditinjau bersama, juga untuk segera mengakselerasi PTA menjadi Free Trade Agreement (FTA).

Menyusul di belakang Pakistan, ialah negara-negara Timur Tengah yang juga membukukan kenaikan impor minyak sawit dari Indonesia sebesar 31% (dari 120,20 ribu ton naik menjadi 157,81 ribu ton) dan India mengikuti dengan kenaikan tipis, yaitu 3% (dari 689.17 ribu ton naik menjadi 711,31 ribu ton).

Sebaliknya beberapa negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia mengalami penurunan, seperti China 20%, negara Uni Eropa 21%, Amerika Serikat 10%, dan Bangladesh 58%.

"Penurunan impor dari negara-negara ini disebabkan masih tingginya stok minyak nabati di dalam negeri," tandas Mukti.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: