Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jadi Penguasa Media, Ini Kekayaan Hary Tanoesoedibjo

Jadi Penguasa Media, Ini Kekayaan Hary Tanoesoedibjo Kredit Foto: Humas Kemenkop-UKM
Warta Ekonomi, Jakarta -

Lahir di Surabaya pada 26 September 1965, penguasa bisnis media, Hary Tanoesoedibjo menurut laporan Forbes pada 2018 memiliki kekayaan US$1,1 miliar atau setara dengan Rp15 triliun. Jumlah tersebut mampu membawanya ke peringkat 18 sebagai orang terkaya di Indonesia.

Jumlah kekayaan tersebut tentu menjadi hal yang wajar, mengingat dirinya sebagai pengusaha yang merajai industri media di Indonesia. Beberapa media yang dimilikinya, antara lain media massa yang meliputi RCTI TV, Global TV, MNC TV, iNews TV, dan juga koran serta majalah nasional. 

Semasa remaja, Hary tergolong sebagai anak yang nakal dan pemalas. Namun, ketika menduduki bangku kuliah di Carleton University, Kota Ottawa, Kanada dengan jurusan Bachelor of Commerce, dirinya berubah drastis menjadi pemuda yang rajin belajar dan berprestasi. Bahkan, ia menjadi mahasiswa dengan nilai cum laude di kampusnya.

Ia juga berhasil mendapat predikat yang sama saat mendapat gelar master di Ottawa University dengan jurusan Business Administration. Karena kecerdasannya, untuk mendapatkan gelar master, Hary hanya membutuhkan waktu satu tahun. 

Usai mengenyam pendidikan tinggi di Kanada pada 1989, Hary yang saat itu masih berusia 24 tahun memulai bisnis pertamanya, yaitu PT Bhakti Investama, sebuah perusahaan di bidang investasi. Berbekal ilmu yang didapatkan dari bangku perkuliahan dan juga dari sang ayah, Ahmad Tanoesoedibjo yang merupakan pendiri PT Adhikarya Sejati Abadi bersama mantan presiden Gus Dur. Meski belum besar, namun Hary optimistis bahwa usaha yang tengah dirintisnya tersebut kelak akan menjadi besar. 

Dari bisnisnya itulah, kemudian Hary membeli perusahaan lain yang mungkin sudah akan bangkrut untuk ia perbaiki dan kemudian ia jual kembali. Perusahaan investasinya pun terus berkembang dan semakin besar. Hingga di 1997-1998, era krisis moneter melanda Indonesia. Namun, ketika kondisi kebanyakan orang seolah terjepit, Hary justru mengaku melihat peluang dari kondisi tersebut.

Ia pun memulai titik poin investasi ke perusahaan secara permanen, dan bukan sekadar membeli, lalu menjual kembali. Fenomena banyaknya perusahaan yang bangkrut atau bermasalah karena kredit macet, justru dianggap peluang bagi Hary untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan tersebut. Hingga di 2000, Hary mengambil alih PT Bimantara Citra Tbk, perusahaan yang awalnya dimiliki oleh anak mantan presiden Soeharto, yaitu Bambang Trihatmojo.

Kemudian di 2002, Hary pun membentuk MNC Grup dan berniat menguasai bisnis media. Menurutnya, media akan menjadi bisnis yang menjanjikan. Dimulai dari stasiun televisi RCTI, kemudian Global TV, dan seterusnya.

Hingga saat ini, Hary telah memiliki 16 televisi lokal dan beberapa televisi berlanganan, seperti Indovision, Top TV dan Oke Vision. Ia juga pemilik dari media cetak, yaitu Koran Sindo (Seputar Indonesia), beberapa majalah, media online, dan 34 radio. Kini, ia mampu mempekerjakan belasan ribu karyawan. Bisnis medianya memang berkembang cukup pesat. 

Tidak hanya menguasai bisnis media, kelihaian Hary dalam berbisnis juga telah merambah dunia bisnis keuangan, seperti multifinance, asuransi, dan perbankan. Kemudian bisnis properti juga telah disentuhnya. Beberapa properti yang dimiliki Hary, di antaranya Plaza Indonesia, Grand Hyat, dan beberapa gedung perkantoran. Ia juga merambah ke bidang pertambangan batu bara, serta memproduksi pupuk. Namun, hingga kini, bisnis terbesarnya masih dari media.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ning Rahayu
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: