Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CIPS: Fluktuasi di Pasar Sebabkan Harga Bahan Pangan Meningkat

CIPS: Fluktuasi di Pasar Sebabkan Harga Bahan Pangan Meningkat Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah perlu memastikan harga jagung dan ketersediannya di pasar terus stabil. Fluktuasi harga dan ketersediaannya di pasar menyebabkan meningkatknya harga-harga  bahan pangan protein yang dikonsumsi masyarakat, seperti daging ayam, telur ayam dan daging sapi. Untuk itu, pemerintah perlu mengevaluasi beberapa hal dalam tata niaga jagung.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman, mengatakan, pada periode 2009-2018, konsumsi jagung untuk pakan ternak meningkat sebayak 477.780 ton per tahun. Untuk mengatasi kekurangan suplai, pemerintah menjalan program Upaya Khusus (UPSUS) denga membagikan benih jagung hibrida gratis hanya bisa meningkatkan hasil produksi jagung sebanyak 294.440 ton per tahun.

“Akibat hasil produksi nasional belum bisa memenuhi kebutuhan nasional, harga jagung, yang sebagian besar digunakan sebagai pakan ternak, terus meningkat. Kenaikan harga telur ayam, daging ayam dan  daging sapi berdampak pada 21 juta rumah tangga petani dan 35 juta rumah tangga non petani  yang merupakan net consumers yang artinya membeli jagung lebih banyak daripada yang mereka tanam sendiri,” jelas Ilman di Jakart, Selasa (15/1/2019).

Lebih lanjut Ilman menambahkan, ada beberapa hal yang harus dievaluasi oleh pemerintah, pertama adalah penerapan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 57 tahun 2015 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Pemendag)  nomor 21 tahun 2018.

"Keduanya memiliki poin-poin yang justru bertentangan satu sama lain dalam menentukan pihak mana yang berwenang untuk mengimpor jagung dan dokumen apa saja yang dibutuhkan oleh para importir resmi," tambah Ilman.

Ilman melanjutkan, kedua peraturan tersebut juga memberlakukan prosedur yang panjang untuk mendapatkan lisensi impor.

"Untuk mendapatkan dokumen ini, dibutuhkan sekitar 53 hari kerja. Hal ini dapat menyebabkan impor dilakukan pada waktu yang tidak tepat yaitu pada saat harga jagung dunia sedang rendah," kata Ilman.

Kemudian Ilman menambahkan, hal lain yang dapat dilakukan adalah, dalam lima tahun reformasi, pemerintah sebaiknya menghentikan program UPSUS di daerah yang petaninya lebih suka menggunakan benih hibrida non subsidi yang berkualitas tinggi.

"Pemerintah sebaiknya memberikan dukungan kepada petani selagi mereka beralih dari benih tradisional ke benih hibrida yang lebih produktif dan tahan penyakit. Para petani juga sebaiknya diarahkan untuk bekerjasama dengan pihak swasta untuk meningkatkan efisiensi proses pascapanen," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: