Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Artis di Pusaran Bisnis Prostitusi, Perlukah Regulasi Baru? (2)

Artis di Pusaran Bisnis Prostitusi, Perlukah Regulasi Baru? (2) Kredit Foto: Antara/Didik Suhartono
Warta Ekonomi, Surabaya -

Bukan Kasus Baru Sejatinya, pelacuran di kalangan artis bukan berita baru. Beberapa tahun lalu polisi juga mengungkap praktik tersebut yang melibatkan artis AA dan menetapkan pria berinisial RA sebagai tersangka.

Di Surabaya, Polrestabes setempat, pernah membongkar kasus serupa yang melibatkan artis berinisial AS. Hal itu menunjukkan, bisnis pelacuran telah melibatkan banyak pihak di semua lapisan.

Penyedia dan Pemakai Perlu Dijerat Dengan fakta itu, selain pengungkapan siapa saja yang terlibat di dalamnya seperti germo dan artis, publik menantikan siapa pria "pemakai" jasa pelacuran artis. Pada kasus VA, polisi mengungkap penyewa VA adalah seorang pengusaha tambang di Lumajang, Jawa Timur keturunan Tionghoa berusia 45 tahun berinisial R.

Namun tetap saja, pria berinisial R hingga kini statusnya masih sebagai saksi dan belum juga ditampilkan. Hal itu lantaran tak ada regulasi ataupun undang-undang yang bisa menjeratnya sebagai tersangka.

"Tolong tunjukkan kepada saya apakah itu Undang-undang trafficking, apakah itu UU lainnya, sampaikan ke saya UU-nya, barang siapa laki-laki yang menggunakan prostitusi akan dihukum, tidak ada," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera.

Konsumen pelacuran bisa dijerat pidana dengan UU tentang perzinahan, namun syaratnya sang istri harus melapor, karena itu adalah delik aduan murni.

Mencermati kasus itu, Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur mendesak dibuatnya aturan agar pemberi dan pengguna jasa dalam kasus pelacuran dalam jaringan yang melibatkan artis dapat dipidana.

Ketua Umum MUI Jawa Timur KH Abdussomad Buchori saat mendatangi Mapolda Jatim di Surabaya, beberapa waktu lalu mengatakan, dalam penanganan kasus pelacuran selama ini, hanya germo atau muncikari yang dijerat, sedangkan pemberi dan pengguna jasa dibiarkan bebas.

"DPR RI harus segera membuatkan undang-undang yang bisa menjerat pemberi dan pengguna jasa prostitusi. Ini dimaksudkan agar mereka yang biasa menjajakan diri dan penggunanya bisa mendapat efek jera," kata Abdussomad.

Pembuatan UU yang dapat menjerat pemberi dan pengguna jasa pelacuran demi kepentingan masyarakat Jatim dan juga Indonesia.

Dengan kondisi seperti itu, selain tugas polisi untuk mengungkap tuntas kasus ini, DPR juga mempunyai pekerjaan rumah (PR) yang tidak kalah penting untuk segera merampungkan pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tidak hanya menjerat germo tapi juga pekerja dan juga penyewa untuk memberikan efek jera tak hanya bagi penjual tapi juga pekerja dan penikmatnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: