Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ada Mafia yang Memainkan Kenaikan Harga Tiket Pesawat? (2)

Ada Mafia yang Memainkan Kenaikan Harga Tiket Pesawat? (2) Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan, harga tiket pesawat saat ini masih di sesuai ketentuan karena masih di bawah batas atas. Kalaupun tarif terkesan tinggi itu karena sebelumnya maskapai kerap melakukan 'perang tarif'.

Budi Karya langsung mengumpulkan para direksi maskapai penerbangan untuk menurunkan harga tiket yang saat ini mereka terapkan.

Gayung bersambut. Maskapai-maskapai penerbangan yang tergabung dalam Indonesia National Air Carriers Association (INACA) meresponnya dengan menurunkan harga tiket pesawat mulai dari 20 persen hingga 60 persen, tergantung rute penerbangannya.

"Jadi yang kami lakukan variatif, nanti kami cek absolutnya. Jadi hingga 50 sampai 60 persen, ada yang tertinggi seperti itu. Yang pasti di atas 20 persen sampai 60 persen," kaya Ketua Umum INACA, I Gusti Ngurah Akshara Danadiputra, yang juga menjabat Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (Persero).

Namun, dalam merealisasikan penurunan tiket tersebut maskapai ingin ada kerja sama dengan pihak terkait dalam industri penerbangan, yaitu Angkasa Pura, Airnav Indonesia dan Pertamina.

Sinergi dengan Angkasa Pura sebagai pengelola bandara, Airnav sebagai pengatur lalu-lintas penerbangan dan Pertamina sebagai pemasok bahan bakar avtur.

Tingginya harga avtur jadi faktor utama para maskapai menaikan harga tiketnya, pasalnya biaya operasional sebuah maskapai didominasi pembelian bahan bakar yang mencapai 40-50 persen dari total struktur biaya.

Pesannya, jika Pertamina bisa menurunkan harga avtur para maskapai juga bisa menurunkan harga tiket pesawatnya.

"Saya tidak memaksa Pertamina. Kalau Pertamina bisa menurunkan kami juga akan menurunkan," Dirut Garuda I Gusti Ngurah Akshara Danadiputra.

Meski ada permintaan maskapai menurunkan avtur, namun Direktur Utama PT Pertamina (persero) Nicke Widyawati menyatakan tidak bisa sembarangan mengubah harga avtur. Menurut dia, perlu hitungan matang sebelum melakukan perombakan harga avtur.

"Avtur ini kan hitungan bisnis, jadi kami mengatakan tidak bisa merombak harga, Pertamina harus mengitung secara cost-nya dulu," ujar Nicke.

Harga avtur yang dijual Pertamina kompetitif. Namun dia mengakui harga avtur Pertamina menjadi sedikit lebih mahal dari pada Singapura, karena Singapura memang memberikan rate yang spesial.

Tiket vs kinerja usaha di satu sisi masyarakat menginginkan tiket pesawat murah, namun di sisi lain maskapai penerbangan tetap harus memperhitungkan kelanjutan perusahaan ke depan.

Sejumlah maskapai mengaku sulitnya kondisi penerbangan saat ini. Biaya operasional terus membengkak terutama dipicu harga avtur dan ditambah nilai tukar rupiah yang masih melemah terhadap dollar AS.

Harga rata-rata avtur sepanjang 2017 tercatat sebesar 55,1 sen dolar AS per liter, melonjak 19 persen menjadi 65,4 sen per dolar AS per liter sepanjang 2018. Kenaikan satu sen per liter avtur akan menambah biaya operasi 4,7 juta dolar AS dalam satu tahun penuh. 

Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo mengatakan sebagian besar biaya operasional dalam bentuk dolar AS, sementara pendapatan dalam bentuk rupiah.

"Setiap penurunan rupiah sebesar Rp100, akan mengurangi pendapatan maskapai 5,3 juta dolar AS dalam setahun," katanya.

Dugaan kartel Polemik soal tarif tiket penerbangan ternyata sempat menimbulkan dugaaan praktik kartel antara sesama perusahaan penerbangan.

Aroma dugaan kartel terindikasi dari beberapa hal, mulai dari kebijakan kenaikan dan penurunan tarif pesawat yang dilakukan secara bersama-sama oleh para maskapai.

Indikasi lainnya, struktur industri yang tidak sehat, dimana kalau maskapai berdalih menaikkan harga tiket karena masalah avtur dan beban operasional tinggi seharusnya sudah ditempuh sejak lama, bukan setelah harga minyak dan rupiah tengah stabil.

Selain itu, dugaan kartel terjadi karena jumlah pemain dalam industri penerbangan yang hanya dikuasai oleh dua grup besar, yaitu Garuda Indonesia Group (Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air) dan Lion Air Group.

Namun dugaan kartel tersebut masih didalami Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

"Ini masih indikasi. Kalau nanti menjadi fakta dan data, bisa saja, tidak menutup kemungkinan dilakukan proses lidik," kata Komisioner KPPU Afif Hasbullah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: