Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di WEF 2019, Luhut 'Jualan' Lithium Indonesia ke Calon Investor

Di WEF 2019, Luhut 'Jualan' Lithium Indonesia ke Calon Investor Kredit Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menunjukkan potensi industri lithium miliki Indonesia kepada para calon investor di World Economic Forum (WEF) 2019 di Davos, Swiss hingga 25 Januari mendatang.

 

Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sekitar 1 hingga 2% per tahun untuk 2018 hingga 2030, yang akan didorong oleh kegiatan ekspor dan investasi, baik dari domestik maupun asing.

Sementara itu, 50% dari angka bonus demografi sekitar 30 juta tenaga kerja pada 2030 akan diserap oleh industri manufaktur, yang diperkirakan bisa berkontribusi lebih dari 25% dari angka GDP pada 2030.

"Dalam masa dinamis industri manufaktur, Indonesia memutuskan untuk memajukan industri baterai lithium. Lithium, memiliki kepadatan energi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis baterai lain. Contohnya, NiCd, NiMH," kata Luhut dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (24/1/2019).

Hampir 60 hingga 80% bahan baterai lithium terdiri dari nikel. Teknologi nikel merupakan pengganti dari penggunaan teknologi komposisi nikel, kobalt, dan mangan. Ini terjadi karena terbatasnya suplai kobalt, sementara harga kobalt semakin hari semakin tinggi.

Luhut menjelaskan, "Belum banyak terpublikasikan Indonesia memiliki 16% dari sumber daya alam nikel laterit global. Nikel laterit adalah unsur yang membentuk 73% sumber nikel murni, yang akan menjadi sumber utama pertambangan nikel."

Investasi baterai litium sendiri telah dilakukan di Morowali, Indonesia. China dan Jepang berinvestasi sebesar US$700 juta untuk baterai lithium di Morowali dengan konsorsium: GEM (perusahaan baterai daur ulang) sebesar 36%, Tsingshan Group sebesar 21%, CATL (perusahaan baterai terbesar di China) sebesar 25%, Hanwa Japan sebesar 8%, dan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) sebesar 10%.

 

Investasi tersebut meliputi pengembangan nikel smelting dengan kapasitas produksi yang mencapai 50.000 ton per tahun, termasuk kapasitas produksi nikel hidroksida dan kobalt smelting dengan kapasitas yang mencapai 4.000 per tahun.

"IMIP adalah satu contoh yang baik untuk kawasan industri di Indonesia yang komprehensif, kawasan yang perlu diantisipasi sebagai penantang utama di sektor industri Indonesia dalam waktu dekat," terang Luhut.

Forum tersebut dihadiri oleh lebih dari 3.000 peserta, mulai dari pelaku bisnis, pemerintahan, masyarakat sipil, seni, budaya, dan media. Mereka berkumpul membahas tantangan ekonomi global.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: