Kala pembukaan perdagangan spot pagi tadi, rupiah masih berhasil membuat dolar AS tak berkutik, di mana rupiah menekan dolar AS sebesar 0,32%. Namun, kabar dari negeri sakura membuat rupiah tak boleh terlalu percaya diri.
Bagaimanapun, nilai apresiasi rupiah di hadapan dolar pada awal perdagangan tadi tak mampu bertahan lama. Jelang siang, nilai apresiasi rupiah kian menipis. Hingga pukul 10.05 WIB, nilai apresiasi rupiah hanya tersisa 0,19% ke level Rp14.153 per dolar AS.
Menipisnya nilai apresiasi rupiah tersbeut disinyalir terjadi sebagai respons investor atas rilis purchasing managers indeks (PMI) manufaktur Jepang yang berada di level 50 pada Januari 2019 ini. Angka tersebut menurun 2,6 poin dari PMI bulan Desember 2018 yang mencapai 52,6.
Ditambah pula dengan adanya isu ancaman resesi Jepang dan perlambatan ekspor Jepang yang minus 3,8% (yoy) terhitung sampai dengan Desember 2018.
Meskpiun nilai apresiasi rupiah di hadapan dolar AS kian menipis, rupiah kini masih bertenggar di jajaran teratas sebagai mata uang terkuat di dunia. Rupiah menguat 0,40% terhadap dolar Australia, menguat 0,14% terhadap euro, dan menguat 0,14% terhadap poundsterling Inggris.
Lantas, bagaimana dengan Asia? Jawabnya tak jauh beda. Rupiah kini menjuarai mata uang utama Asia dengan penguatan paling tinggi. Di antara mata uang Asia lainnya, rupiahlah yang mampu menekan dolar AS paling dalam.
Rupiah perkasa 0,17% di hadapan dolar Hongkong, perkasa 0,19% di hadapan yuan China, perkasa 0,12% di hadapan yen Jepang, perkasa 0,21% di hadapan dolar Singapura, dan perkasa 0,17% di hadapan dolar Taiwan.