Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jaringan Ritel Warabala Indonesia Tumbuh 19% per Tahun

Jaringan Ritel Warabala Indonesia Tumbuh 19% per Tahun Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hasil laporan baru dari Deloitte Global dengan judul Global Powers of Retailing 2019 menyebutkan, pertumbuhan ritel di Asia Tenggara kemungkinan akan terus didorong oleh meningkatnya tuntutan akan kenyamanan di kalangan konsumen.

Eugene Ho, Deloitte Southeast Asia Consumer Industry Leader, menjelaskan bahwa di antara 50 peritel yang tumbuh paling cepat dengan menghasilkan pendapatan agregat sebesar US$4,53 triliun pada tahun fiskal 2017, pelaku bisnis toserba menyumbang tiga pemain top di tingkat Asia Tenggara.

"Di seluruh pasar, seperti Indonesia dan Thailand, ada perkembangan jaringan ritel waralaba secara agresif. Dengan lokasi ritel yang dekat dengan konsumen dan jam operasional yang lebih lama, jaringan ritel waralaba mendorong perubahan yang nyata dalam preferensi konsumen secara keseluruhan terhadap kanal perdagangan modern," kata dia dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Dia menambahkan, "Ini sangat berbeda dari kanal perdagangan tradisional, seperti toko kecil atau sedang yang merupakan usaha keluarga, pedagang kaki lima, dan pasar basah, yang sebelumnya merupakan kanal yang mendominasi.

Mendukung pernyatakan Ho, Claudia Lauw Lie Hoeng, Country Managing Partner Deloitte Indonesia menyebutkan, di Indonesia, jaringan ritel waralaba mengalami pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 19% per tahun.

"Salah satu pemain lokal besar telah memperbesar jaringan waralabanya ke seluruh Indonesia hingga 72% dari 2012 hingga 2017," katanya memperkuat argumentasi agresifnya pembangunan ritel waralaba beberapa tahun terakhir ini.

Laporan tersebut juga mengumumkan bahwa ada 250 peritel global teratas yang menghasilkan pendapatan agregat sebesar US$4,53 triliun pada tahun fiskal 2017, mewakili pertumbuhan komposit sebesar 5,7%. Meski demikian, ekonomi global mengalami titik balik.

Menurut Ira Kalish, Deloitte Global Chief Economist, perekonomian dunia saat ini berada pada titik balik. Hingga awal 2018, ekonomi global menunjukkan pertumbuhan yang pesat.

"Namun, dengan percepatan inflasi di pasar utama, pemerintah membuat perubahan dalam kebijakan moneter dan fiskal, dan sebagian besar pasar negara berkembang mengalami depresiasi mata uang secara signifikan, yang menyebabkan ekonomi global akan melambat dalam waktu dekat," jelas dia

"Bagi peritel, perubahan ini berarti pertumbuhan belanja konsumen lebih lambat, harga yang lebih tinggi bagi konsumen, dan gangguan pada rantai pasokan dunia," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: