Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jawab Tantangan Ridwan Kamil, Bank BJB Butuh Pimpinan Baru

Jawab Tantangan Ridwan Kamil, Bank BJB Butuh Pimpinan Baru Kredit Foto: Ning Rahayu
Warta Ekonomi, Bandung -

Penyegaran di tubuh Bank BJB dirasa perlu jika ingin membawa kultur dan semangat baru ke dalam perbankan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat tersebut. Berbagai harapan baru yang dilontarkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) akan sulit terpenuhi jika sumber daya manusia (SDM) di BUMD itu tidak diperbaharui.

Demikian diungkapkan pakar ekonomi dari Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta (Acu), saat mengomentari proses seleksi direksi Bank BJB yang tahapannya sudah dimulai. Ia menuturkan, eksistensi Bank BJB saat ini tidak terlepas dari peran besar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat dan Banten.

Suntikan modal dan transaksi dari pemerintah daerah menjadi ruh bagi BUMD tersebut. Seiring pergantian tampuk kepemimpinan, Emil selaku Gubernur Jawa Barat yang baru sekaligus pemegang saham mayoritas ingin memberi sentuhan baru untuk Bank BJB.

Orang nomor satu di Jawa Barat ini ingin arah Bank BJB kembali ke semula yakni sebagai bank pembangunan daerah (BPD). Dia juga ingin bank pelat merah ini lebih fokus dalam mengembangkan sektor usaha mikro dan kecil menengah (UMKM).

"Sekarang bagaimana Bank BJB mampu memperhatikan entitas lain di luar pemerintah. Misalkan UMKM, infrastruktur, jadi itu hal yang baru," katanya kepada wartawan di Bandung, Kamis (31/1/2019).

Selain itu, Acu pun menilai kinerja Bank BJB dalam beberapa tahun ini kurang optimal. Padahal, menurut dia BUMD tersebut memiliki potensi yang besar untuk lebih bersaing dengan bank yang setingkat. Sebagai contoh, menurutnya daya saing Bank BJB di wilayah perkotaan masih kalah dibanding bank-bank lainnya.

"Bank besar, potensi besar, tapi kurang optimal. Padahal, BJB lebih kuat basisnya di kabupaten-kabupaten," ujarnya.

Selain itu, tingkat bunga bank tersebut kurang kompetitif dibanding yang lainnya. Hal Ini tidak terlepas dari peran pemerintah daerah yang besar dalam melakukan transaksi di bank tersebut. Jumlah kredit bermasalah (NPL) di Bank BJB pun lebih tinggi dari ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

"Kita melihat sebagian besar DPK di Bank BJB lebih banyak mengandalkan dana-dana penyertaan modal pemerintah, kemudian dana-dana pengelolaan PNS, dan sebagainya," ungkapnya

Tak hanya itu, Acu pun menilai Bank BJB kurang optimal dalam mengembangkan sistem teknologi informasi perbankan. Menurutnya dibandingkan dengan bank selevel yang sedikit lebih tinggi dibanding BJB dari sisi aset dan sebagainya, kemampuan sistem informasi teknologi di Bank BJB sangat lamban.

"Kan kita sekarang di era digital. Faktor ini menjadi hal penting dalam menghadapi persaingan saat ini," ujarnya.

Oleh karena itu, Acu menilai manajemen Bank BJB perlu diperbaharui oleh SDM baru yang mampu menunjukan keberpihakan terhadap sektor-sektor itu. Dia berharap seleksi calon direksi Bank BJB yang telah dimulai ini dijalankan dengan baik agar menjadi pintu masuk bagi profesional perbankan yang bisa mewujudkan kultur baru itu. Dia meyakini sosok baru yang dihasilkan proses seleksi ini bisa memenuhi tantangan tersebut. 

"Karena kalau tidak, menurut saya akan sama dengan sebelum-sebelumnya. (Proses seleksi) itu hanya bungkus baru dari pertimbangan-pertimbangan yang mungkin lebih banyak unsur politis dari pemegang saham, kepentingan politis pemegang saham. Bahwa pemegang saham merekrut berdasarkan control yang cukup optimal terhadap dewan direksi di BJB," tegasnya.

Ditanya soal aturan main dalam proses seleksi Direksi Bank Bjb tersebut, Acu mencium persoalan karena terkesan menutup kesempatan bagi sebagian pendaftar. Hal ini bertentangan dengan keinginan Emil yang akan membuka peluang dan kesempatan yang sama kepada setiap kandidat.

"Ini satu hal yang menurut saya tidak fair. Artinya kita dalam merekrut apapun, yang lebih bagus itu semakin banyak kesempatan yang diberikan, tentu dengan batas-batas kompetensi, yang sesuai. Itu akan lebih bagus karena pilihannya lebih banyak, lebih beragam," jelasnya.

Dengan begitu, persyaratan seleksi yang tertuang dalam AD/ART perusahaan bisa saja dievaluasi demi proses yang terbaik. "Menurut saya bukan suatu hal yang tabu, perubahan AD/ART bisa dilakukan, sepanjang jelas dasar pertimbangannya, jelas sasarannya, itu saya kira bisa dilakukan," tegasnya.

Perubahan AD/ART inipun, lanjut Acu, lazim dilakukan bank lain termasuk yang berstatus BUMN. Pasalnya, Banyak BUMN-BUMN melakukan perubahan AD/ART. 

"Ini cukup lazim. Perubahan kebijakan-kebijakan strategis perusahaan, kaitannya dengan perusahaan pelat merah, itu sangat dinamis, sepanjang memang sesuai dengan kebutuhan dan kecenderungan pasar," pungkasnya.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: