Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tim Prabowo Ini Kesal ke Politisi 'Alay', Siapa Dia?

Tim Prabowo Ini Kesal ke Politisi 'Alay', Siapa Dia? Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, berbagi keluh kesahnya di dunia politik.

Dahnil mengaku, sering terganggu dengan kehadiran politisi alay yang kerap muncul. Awalnya bercerita mengenai dirinya yang kerap menjadi golongan putih (golput) saat pemilu. Namun tahun ini mencoba berkecimpung dalam pesta demokrasi dengan menjadi jubir dari Prabowo-Sandi.

"Terus terang Prof Mahfud, Prof Anwar, Mbak Rosi, mengganggu sekali politik kita belakangan ini, terutama ada kelompok-kelompok besar, politisi-politisi alay itu loh. Ini politisi alay yang menurut saya mengganggu," ujarnya di Jakarta, Jumat (1/2/2019).

Baca Juga: Dahnil Buka-bukaan Soal Prabowo Belum Siap Jadi Imam Salat

Ia menambahkan, politisi alay kerap mengganggu dinamika politik di Indonesia. Namun, tak menyebutkan sosok politisi alay yang dimaksud. Hanya menjelaskan politisi alay itu yang selalu membawa permainan politik sampai ke hati.

"Mengganggu kenapa? Politik bukan lagi permainan seni argumentasi. Seni argumentasi itu nggak bawa ke hati, biasanya. Tapi ada politisi alay semuanya bawa ke hati, berantem dalam politik itu seperti berantem barata yudha, seperti apa gitu loh. Padahal bagi kami, yang berangkat dari, sebutlah kampus, punya aktivisme panjang," jelasnya.

"Prof Mahfud dari NU walaupun nggak pakai peci. Saya dari Muhammadiyah tapi pakai peci. Sudah kebalik-kebalik. Sekarang sudah nggak jelas NU mana, Muhammadiyah mana, Kristen mana, Islam mana. Yang ke masjid siapa, sekarang memang simulacra. Saya mau katakan apa? Ini politisi alay yang sebenarnya merusak tatanan politik kita," lanjutnya.

Dahnil menjelaskan, politisi yang sudah lama dan mempunyai rekam jejak biasanya tidak akan membawa perdebatan politik ke ranah pribadi. Perdebatan itu akan berakhir jika sudah berada di arena luar politik.

"Anak muda yang masuk politik, saya sering ngeledek politik yang bermodal HP (handphone) dan ngafe, berhenti di situ saja. Milenial pun diterjemahkan berhenti HP dan ngafe, ini masalah. Sedangkan kami yang punya tradisi aktivisme panjang, biasa saja, misalnya di banyak pilihan politik kita berbeda kemudian kita bisa berdiskusi biasa saja. Nah ini sekarang kok semua jadi polarisasi luar biasa," terangnya.

"Kebencian terbawa habis pemilu juga. Ini saya pikir PR (pekerjaan rumah) besar buat kita semua. Terutama mereka-mereka yang mengaku kelompok intelektual. Oleh sebab itu saya pribadi berkepentingan masuk dalam kontestasi ini," tambahnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim

Bagikan Artikel: