Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Imlek atau Nyepi? Daerah Ini Rayakan Imlek dalam Sunyi

Imlek atau Nyepi? Daerah Ini Rayakan Imlek dalam Sunyi Kredit Foto: Antara/Ardiansyah
Warta Ekonomi, Kupang -

Tak ada pernak-pernik berwarna merah, seperti lantera merah, kain berwarna merah yang mencolok di sudut-sudut Kota Kupang, Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Tahun Baru China yang jatuh pada 5 Februari 2019.

Hanya ada beberapa lantera merah dan spanduk merah bertuliskan "Gong Xi Fat Cai", Selamat Tahun Baru 2569 terpajang di sebuah toko pakaian di Jalan Lalamentik Kupang, yang mencirikan perayaan Imlek atau Tahun Baru China di daerah itu pada 2019.

Baca Juga: Empat Tahun Menjabat, Jokowi Belum Pernah Hadir Perayaan Imlek Nasional, Ini Alasannya

Selain tak ada pernak penik berwarna merah yang mencolok, tak ada pula pergelaran Tari Singa atau yang dikenal dengan sebutan Barongsai dan Tari Naga atau Liang Liong di daerah itu.

Padahal, salah satu ciri khas dalam setiap perayaan Tahun Baru China adalah pergaleran Tari Singa serta penggunaan warna merah di segala tempat, baik di rumah, toko, maupun jalan-jalan, yang dipercaya melambangkan sesuatu yang kuat, sejahtera, dan membawa hoki. Tidak hanya itu, warna merah juga dipercaya dapat mengusir Nian atau sejenis makhluk buas yang hidup di dasar laut atau gunung yang keluar saat musim semi atau saat Tahun Baru Imlek. Nian dipercaya datang untuk mengganggu manusia, terutama anak kecil. Itulah kenapa masyarakat Tionghoa menghias rumah dan menggunakan pakaian, serta aksesoris berwarna merah saat Imlek.

Sejarah menyebutkan bahwa semuanya berasal dari cerita tentang Nian, binatang buas yang meneror penduduk desa pada tahun baru, memakan tanaman, ternak, bahkan anak kecil. Akan tetapi, penduduk desa mengetahui bahwa banteng dengan kepala singa ini takut akan tiga hal, yakni api, suara bising, dan warna merah.

Nian dikalahkan dan sejak itulah warna merah dianggap memberikan keuntungan bagi diri sendiri dan semua orang. Biasanya, lantera merah digantung di depan pintu pada perayaan tahun baru untuk menangkap nasib buruk.

Baca Juga: Spesial Imlek, PT KCI Luncurkan KMT Tema Barongsai

Berbeda dengan daerah lain, pada perayaan Tahun Baru China di Kupang, masyarakat keturunan Tionghoa di daerah itu memilih untuk menggelar misa syukur Imlek 2019 di Gereja Katolik Katedral Kupang.

Misa syukur Imlek 2019 itu, tidak hanya diikuti warga keturunan Tionghoa di Kupang, tetapi juga masyarakat umum, terutama anak-anak dari berbagai kepercayaan. Misa syukur itu dipimpin empat romo yakni Romo Amros Ladjar, Romo Geradus Duka, Romo Maxi Un, dan Romo Hironimus Nitsae.

Setelah misa syukur, para romo yang memimpin ibadat itu kemudian membagikan angpau kepada anak-anak yang hadir bersama mengikuti misa dan dilanjutkan makan bersama atau ramah tamah Imlek di halaman gereja.

"Angpau yang dibagikan romo kepada anak-anak berasal dari kas Peguyuban Sosial Masyarakat Tionghoa Indonesia di NTT," kata Hengki Liyanto, seorang tokoh warga keturunan Tionghoa di Kupang.

Pada misa syukur itu, semua umat mengenakan pakaian berwarna merah, identik dengan perayaan Tahun Baru Imlek.

Baca Juga: Spesial Imlek, PT KCI Luncurkan KMT Tema Barongsai

Boby Pitobi, salah seorang warga keturunan Tionghoa di daerah itu, mengatakan tidak ada kegiatan besar-besaran seperti yang dilakukan di daerah lain, apalagi di China, tetapi hal yang paling penting berkumpul bersama keluarga.

Menurut dia, Imlek adalah momentum untuk berkumpul bersama keluarga sehingga yang terpenting adalah keluarga bisa berkumpul dan merayakannya secara bersama-sama.

"Memang di China, Imlek dirayakan selama dua pekan, tetapi kita di NTT cukup satu hari saja, berkumpul bersama keluarga," kata dia Ketua Peguyuban Sosial Masyarakat Tionghoa Indonesia (PSMTI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Hengky Liyanto mengatakan Imlek tradisi adat untuk mempersatukan dan mengingatkan Suku Tionghoa, tetapi semua bagian dari warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Bagi kami, Imlek ini adalah merupakan hanya acara adat dan lebih mempersatukan dan mengingatkan bahwa kita adalah dari salah satu Suku Tionghoa, tetapi kita adalah warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus mempunyai hak dan kewajiban yang sama," katanya.

Menurut dia, Imlek juga mengingatkan bahwa, masyarakat keturunan Tionghoa di daerah itu juga memiliki rasa kebangsaan dan tanggung jawab kepada NKRI dan Pancasila.

"Kami adalah bagian dari warga NKRI, taat pada Pancasila dan bersama dengan komponan suku Indonesia yang lain membangun NKRI menuju masyarakat yang adil dan makmur," katanya.

Selain itu, perayaan itu sebagai momentum memantapkan jati diri sebagai salah satu suku dalam keluarga besar bangsa Indonesia dan memperhatikan lingkungan di mana mereka bekerja dan berdomisili.

Mengingatkan Warga keturunan Tionghoa lainnya di daerah itu, David Teras Daud, mengatakan Imlek 2019 di tengah memanasnya suhu politik Tanah Air mengingatkan kembali tentang figur Presiden ke-4 Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid yang dinilai sebagai tokoh pemersatu perbedaan.

"Imlek tahun 2019 di Indonesia di tengah situasi tahun politik yang panas, sehingga alangkah indahnya momen Imlek ini mengingat kembali figur Gus Dur yang memperjuangkan perdamaian, persamaan hak, dan pemersatu perbedaan," katanya. Sebagai bangsga yang besar, ia mengajak semua komponen bekerja sama untuk membawa kemajuan negeri dan memerangi segala perpecahan.

"Mari sebagai bangsa yang besar kita bergandeng tangan untuk kemajuan Negri dan memerangi segala bibit perpecahan. Imlek tahun ini meriah diadakan di kalangan etnis Tionghoa dan ini sudah menjadi tradisi turun menurun," katanya. Dia berharap, semangat sukacita Tahun Baru Imlek ditularkan kepada seluruh masyarkat Indonesia.

Semangat itu untuk berharap pada Tuhan atas rejeki yang cukup dan kebahagiaan yang melimpah. Pemaknaan tentang Tahun Baru Imlek kali ini juga memperkuat kehendak pantang menyerah dalam menghadapi setiap tantangan kehidupan bersama.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Clara Aprilia Sukandar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: