Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tingginya Impor Hingga Krisis Data Pangan, Apa Solusi Jokowi dan Prabowo?

Tingginya Impor Hingga Krisis Data Pangan, Apa Solusi Jokowi dan Prabowo? Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal menyelenggarakan debat calon presiden yang kedua dengan tema pangan, energi, Sumber Daya Alam (SDA), lingkungan, serta infrastruktur pada 17 Februari 2018 mendatang.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) pun memberikan pandangan dan tantangan soal pangan. Indef menilai ada beberapa persoalan besar yang perlu diselesaikan oleh presiden di masa depan.

Pertama, masih sengkarutnya data pangan hingga saat ini. Keberadaan data pangan ini penting karena digunakan sebagai panduan dalam merancang kebijakan pangan yang efektif dan tepat sasaran, baik berkaitan dengan produksi, distribusi, hingga kebijakan perdagangan.

"Menata data pangan komoditas pangan, baik beras maupun nonberas. Diperlukan neraca per komoditas utama seperti jagung, kedelai, telor, daging ayam, dan sapi serta produk hortikultira yang menjadi penyumbang inflasi. Neraca ini tidak hanya per komoditas, tapi juga mencakup per wilayah," kata peneliti Indef Rusli Abdullah dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (14/2/2019).

Baca Juga: Tak Perlu Janji Stop Impor Pangan, Soalnya...

Baca Juga: "Ini Prestasi Petani, Setop Ributkan Data Impor Pangan!"

Kedua, soal manajemen produksi dan logistik komoditas pangan perlu diperbaiki. Berdasarkan data BPS, produksi beras pada semester I 2018 surplus 5 juta ton. Rinciannya produksi 19,6 juta ton dan konsumsi 14,7 juta ton. Pada semester II, produksi beras defisit 2,1 juta ton dengan rincian produksi 12,8 juta ton dan konsumsi 14,9 juta ton.

"Hal ini menunjukkan bahwa terdapat masalah manajemen produksi dan logistik komoditas, baik antarwaktu maupun antardaerah," ujarnya.

Melihat kondisi tersebut, kata Rusli, Indef mendorong untuk membuat rekonstruksi manajemen produksi dan logistik pangan. Hal ini diwujudkan dalam satu koordinasi dan sistem antara Kementerian Pertanian sebagai penanggung jawab sisi produksi, Bulog sebagai penanggung jawab pencadangan beras nasional, dan Kementerian Perdagangan sebagai penanggung jawab perdagangan pangan.

Ketiga, tingginya angka impor komoditas pangan khususnya beras. Sejak 2000 tren impor beras meningkat. Impor beras 2018 merupakan tertinggi kedua sejak 2000 dengan total impor 2,25 juta ton (US$ 1,003 juta). Impor tertinggi terjadi pada 2011 dengan total impor 2,75 juta ton (US$ 1,5 juta).

"Impor dapat dikurangin jika tata kelola di produsen diperbaiki, termasuk mengurangi rantai tata niaga pangan," pungkasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: