Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sayang Sungguh Sayang, Prabowo Tak Serang Jokowi Soal Ini

Sayang Sungguh Sayang, Prabowo Tak Serang Jokowi Soal Ini Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Impor beras menjadi salah satu topik perbincangan di dalam debat calon presiden putaran kedua dengan tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup yang berlangsung di Jakarta, Minggu (17/2/2019) malam.

Guru besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila) Bustanul Arifin menilai tema impor beras tidak banyak dibedah oleh kedua capres. Capres Prabowo Subianto, kata Bustanul, tidak mengambil kesempatan untuk mengkritisi lebih dalam atas kebijakan pemerintah melakukan impor beras di saat masa panen.

"Semalam kita mendengar Pak Jokowi mengatakan impor beras hanya untuk stabilisasi. Seharusnya diserang, namum enggak diserang oleh Pak Prabowo," kata Bustanul dalam konferensi pers dalam diskusi yang diselenggarakan Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Senin (18/2/2019).

Meski demikian, Bustanul mengapresiasi visi kedua pasangan calon dengan menekankan pentingnya pembangunan sektor pertanian dan peningkatan produksi pangan. Namun, kata dia, sangatlah tidak tepat jika pembangunan sektor tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan untuk setiap komoditas pangan apalagi indikatornya adalah keberhasilan untuk tidak melakukan impor.

Baca Juga: Tingginya Impor Hingga Krisis Data Pangan, Apa Solusi Jokowi dan Prabowo?

Baca Juga: Semua Program Jokowi Mengacu Swasembada Pangan, Impor?

"Contoh beras, Indonesia hanya tidak melakukan impor beras selama beberapa tahun saja, tepatnya di 1984. Namun, setelah itu kita sering mengimpor beras, meskipun sering up and down. Malah konteksnya (isu beras) jadi isu politik," tambahnya.

Ia mengatakan, dengan menekankan pada penurunan impor pangan, Indonesia akan berisiko mengalami kekurangan pangan yang menyebabkan tingginya harga. Swasembada, kata dia, perlu dilihat dalam paradigma yang lebih luas, di mana Indonesia mampu menghasilkan jumlah pangan yang cukup secara total, bukan untuk setiap komoditas.

"Indonesia perlu memilih spesialisasi produk pertanian yang cocok dan menguntungkan, jika perlu mengimpor komoditas yang kurang cocok dihasilkan di dalam negeri," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: