Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

4 Tantangan Leapfrog Industri Pembayaran Digital

4 Tantangan Leapfrog Industri Pembayaran Digital Kredit Foto: DBS Bank Indonesia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hurdle (lari gawang) adalah analogi yang tepat untuk menggambarkan kondisi industri pembayaran digital di Indonesia saat ini. Di tengah kemajuan yang dicapai para pemain, masih ada beberapa tantangan yang membuat industri ini sulit mengalami lompatan yang jauh (momentum leap) seperti di China.

Go-Pay boleh mengklaim aplikasinya terunduh lebih dari 125 juta kali serta memiliki 240.000 mitra usaha, ataupun Ovo yang mengklaim aplikasi mereka terunduh lebih dari 115 juta kali serta memiliki 180.000 mitra usaha atau tumbuh lebih dari 400%. Faktanya, secara keseluruhan transaksi nontunai di Indonesia baru mencapai 10% versi World Bank atau 24% versi BI.

Rendahnya penetrasi transaksi nontunai ini karena ada beberapa hal yang masih menjadi tantangan sekaligus peluang. Pertama, edukasi masyarakat. Tidak dipungkiri, sebagian masyarakat seperti pedagang kecil, pegadang makanan dan minuman kecil, pedagang kaki lima hingga pedagang di pasar basah masih nyaman bertransaksi secara tunai. Mereka belum sepenuhnya percaya pada inovasi layanan pembayaran digital.

CEO T-Cash, Danu Wicaksono mengakui butuh upaya khusus terkait edukasi masyarakat. Salah satunya dengan meyakinkan masyarakat di kota-kota tier kedua dan ketiga bahwa lewat layanan T-Cash, mereka bisa memperoleh kesetaraan dalam mendapatkan layanan keuangan.

Baca Juga: Dahsyat! Bisnis Mobile Payment di Indonesia Dahsyat

Sementara menurut Chief Product Officer Ovo, Albert Lucius, perlu upaya berdarah-darah untuk memperoleh kepercayaan masyarakat. Ovo telaten melakukan edukasi lewat booth atau kios bahwa uang yang masyarakat simpan di platformnya tidak akan hilang, memberikan promo cashback agar mereka mencoba dan ketagihan yang berujung pada meningkatnya jumlah pengguna, maupun dengan memberikan reward atau poin untuk menarik minat mereka. Harapannya, seiring waktu, adopsi e-money bisa makin meluas ke seluruh pelosok Indonesia.

Budi Gandasoebrata, Managing Director Go-Pay mengakui butuh langkah pendekatan khusus untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada layanan pembayaran digital. Perlu edukasi yang dilakukan secara bertahap agar mereka percaya pada kelebihan layanan pembayaran digital, seperti efisiensi, transparansi, dan kemudahan.

Dipilihnya teknologi QR Code misalnya, karena bagi pengguna mudah digunakan, cukup dengan smartphone berkamera. Untuk merchant pun tidak perlu teknologi yang rumit dan mahal, sehingga pemilik warung gorengan sekalipun bisa menerima.

Tantangan kedua, mayoritas (51,1%) masyarakat masih unbanked, padahal jumlah pengguna smartphone sendiri lebih banyak. Hari ini, rata-rata penduduk Indonesia memiliki lebih dari satu ponsel pintar. Menurut Danu, penetrasi perbankan di Indonesia jika datanya dikerucutkan, paling hanya 20-30% atau masih sangat rendah. Ini membuat masyarakat yang berniat menggunakan e-money merasa akan kesusahan ketika mengisi ulang saldo ataupun tarik tunai.

Baca Juga: Apa Itu Dompet Digital?

T-Cash sendiri menggandneg agen-agen pulsa, Indomaret dan Alfamart untuk melayani unbanked, namun tentunya ada keterbatasan karena tidak semua infrastruktur ini ada di seluruh wilayah Indonesia.

Senada, Budi melihat, dibanding negara-negara yang mayoritas warganya familiar dengan bank, masih ada jutaan rakyat Indonesia yang belum memperoleh akses terhadap berbagai layanan dan produk jasa keuangan. Lebih dari 50% rakyat masih belum tersentuh layanan keuangan formal. Sementara 76% masih menerima upah dalam bentuk tunai.

Untuk itu, Go-Pay mencoba menjembatani ini. Go-Pay tidak pernah memposisikan diri sekadar platform pembayaran, namun fokus membangun ekonomi kerakyatan dengan merangkul lebih banyak UMKM. Perusahaan berusaha menjadi top-of-mind pengguna untuk setiap aspek transaksi, transportasi, beli makan, beli pulsa, sampai berdonasi.

Tantangan ketiga, regulasi yang mendukung pelaku industri. Menurut Albert, salah satu faktor yang melatarbelakangi kesuksesan digital payment di China adalah dukungan dari pemerintah, baik sebagai investor, pengembang, dan konsumen dalam bentuk infrastruktur yang mumpuni.

Sedangkan di Indonesia, infrastruktur masih perlu dikembangkan, karena itu Ovo membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, seperti telekomunikasi, penyedia internet, dan utamanya pemerintah dalam menyediakan regulasi. Regulasi ini terkait misalnya bagaimana pemain asing bisa bekerja sama dengan e-money lokal. Di saat yang bersamaan, regulasi yang membuka pemain asing tersebut harus bisa melindungi local interest, di mana data tidak dikuasai pemain asing.

Danu melihat dari aspek regulasi, kewajiban KYC secara face to face untuk pembukaan akun dengan layanan penuh memerlukan dukungan yang besar bagi pelaku industri. Untuk mempermudah proses, pelaku industri membuat e-KYC lewat video call yang terkadang terkendala jaringan internet.

Regulasi juga membatasi pengguna yang mengunggah aplikasi digital payment, namun belum melakukan KYC, tidak diizinkan melakukan transaksi P2P. Negara lain seperti India, justru mengizinkan hal tersebut, namun ada pembatasan transaksi misalnya Rp2 juta. Padahal jika regulasi membolehkan, pedagang sayur (yang menggunakan layanan T-Cash) di Banjarmasin bisa langsung menerima pembayaran dari pembeli di India, ketimbang harus menunggu QR Code atau mesin EDC dari T-Cash yang tentu memakan waktu dan biaya.

Tantangan terakhir, demografi Indonesia. Menurut Albert, Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau lebih, ratusan bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Perlu adopsi platform ke budaya yang beragam tersebut, dan pendekatannya lewat promo cashback tidak bisa dipukul rata. Salah satu tantangan terbesar adalah memahami perilaku konsumen, untuk memastikan Ovo memberikan layanan yang tepat guna, serta memberikan pengalaman positif bagi pengguna.

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: