Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kala E-Commerce Mulai Mendisrupsi Bisnis Mayora

Kala E-Commerce Mulai Mendisrupsi Bisnis Mayora Kredit Foto: Unsplash/Mikayla Mallek
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mayora merupakan perusahaan manufaktur yang tidak lagi bergerak di level core ataupun processing, melainkan branded products. Beberapa merek consumer goods-nya pun sudah menjadi market leader di banyak negara, sebut saja Filipina.

Di sana merek kopi mix Kopiko sudah memiliki pangsa pasar lebih dari 40% mengalahkan merek lain, seperti Nestlé yang sudah 100 tahun di sana. Atau merek snack cokelat Beng-Beng yang kini merajai Thailand. Kunci utamanya adalah produk yang dijual harus sesuai dengan taste pasar tujuan.

Baca Juga: Obligasi IV Mayora Indah Setujui Ganti Wali Amanat Obligasi ke Bank Permata

Begitulah fungsi dari R&D, inovasi, dan lainnya. Setiap negara memiliki taste berbeda, misalnya Filipina lebih suka kopi mix yang less coffee more milky, Vietnam dan Thailand lebih suka taste kopi yang kuat. Kemudian harga pun harus tepat, sama seperti selera, magic price setiap negara berbeda. Berbekal hal tersebut, Mayora hanya membutuhkan sekitar 5-7 tahun untuk ‘menyalip’ merek lain yang sudah lebih dulu hadir di pasar. 

Regional Managing Director for ASEAN PT Mayora Indah Tbk, Maspiono, menyatakan meski demikian, mempertahankan tak kalah sulit dengan merebut pangsa pasar.  Apalagi dengan adanya pemain baru yang muncul dari E-Commerce

Meski saat ini e-commerce belum begitu mendisrupsi industri consumer goods, sebagaimana elektronik dan fashion, namun tidak dipungkiri akan muncul pemain baru. Ambil contoh, ibu rumah tangga yang kini mulai berjualan kue secara online harus terus diwaspadai perkembangannya. Perusahaan harus terus memerhatikan upaya dalam menggenjot efisiensi biaya produksi dan operasional–cukup berat apabila hanya mengandalkan pertumbuhan pendapatan.

"Strategi kami menggandeng e-commerce sebagai alat promosi dan pemasaran digital. Misalnya, mereka menggandeng Prilly Latuconsina sebagai brand ambassador Slai O’lai dan kemudian dipasarkan di Shopee. Bisa juga menggunakan media digital konvensional layaknya Facebook, Twitter, dan YouTube sebagai sarana penyebaran video lip sync kompetisi dubsmash “Makan Langsung vs Makan Dingin” Beng-Beng, kata dia kepada Warta Ekonomi, baru-baru ini.

Munculnya e-commerce juga turut menggantikan peran salesman, sebut saja warung kecil yang kini menjadi mitra Bukalapak. Namun, perusahaan memandang triknya memang berbeda dalam mempertahankan jaringan. Kembali mengingat kontribusi e-commerce terhadap penjualan secara total masih terbilang kecil maka perusahaan hanya memelajari dan memonitor sembari mengoptimalkan sisi komunikasi-promosi. 

"Kami masih fokus mengembangkan jaringan distribusi ke warung tradisional yang jumlahnya sangat besar. Menurut data Nielsen, saat ini ada lebih dari 2 juta warung sementara kemampuan perusahaan FMCG sekaliber Mayora, Indofood, dan Garuda Food hanya mencapai 30% atau 50 persen saja, sisanya lewat grosir atau wholesale. Artinya, masih banyak yang belum tergarap–langsung bisa berjualan," tambah dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Clara Aprilia Sukandar

Bagikan Artikel: