Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Era Disrupsi, Era Serangan dari ‘Tetangga Baru’

Era Disrupsi, Era Serangan dari ‘Tetangga Baru’ Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dinamika industri pembiayaan khususnya di segmen kendaraan roda dua boleh dibilang cukup ‘tenang’ dibanding segmen roda empat.

 

Meski demikian, tetap ada tantangan yang harus diantisipasi, terutama dari perubahan karakteristik pasar yang acap kali mengejutkan.

 

Baca Juga: Disrupsi, Fintech Pasar Modal dan Déjà vu Deregulasi Perbankan Era '80-an

 

Terlebih dengan semakin berkembangnya tren pemanfaatan teknologi yang akrab disebut sebagai era teknologi 4.0, segala sesuatu yang semula tak terpikirkan bisa saja seketika terjadi dan cukup membawa masalah.

 

“Tugas CEO (Chief Executive Officer) di sebuah perusahaan menurut saya sekarang jauh lebih berat karena tantangan kini tidak hanya bisa muncul dari internal industri kita sendiri tapi juga sering datang dari ‘tetangga sebelah’ yaitu sektor-sektor industri lain yang ternyata beririsan kepentingan dengan kita," ujar Direktur Utama FIF Group, Margono Tanuwijaya, kepada Warta Ekonomi, beberapa waktu lalu.

 

Dia juga menambahkan, "Bahkan, ancaman itu tak hanya datang dari ‘tetangga’ yang sudah lama kita kenal tapi juga ‘tetangga baru’ yang sama sekali belum kita kenal tapi tiba-tiba saja muncul di pasar dan membawa pengaruh cukup signifikan.”

 

Analogi tentang ‘tetangga’ tersebut oleh Margono didasarkan pada kondisi dan realitas yang terjadi di berbagai sektor industri dewasa ini.

 

Baca Juga: Kala E-Commerce Mulai Mendisrupsi Bisnis Mayora

 

Misalnya saja industri perbankan yang relatif sudah sangat mapan secara business process tiba-tiba dihadapkan pada persaingan yang tidak datang dari sesama pelaku perbankan namun justru dari bermunculannya perusahaan-perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech).

 

Atau juga bisnis taksi yang semula hanya harus bersaing di sesama pelaku bisnis jasa taksi, kini tiba-tiba harus berhadap-hadapan dengan mobil-mobil pribadi yang disewakan melalui aplikasi taksi online.

 

“Masyarakat hari ini sudah tidak lagi melihat secara tersekat-sekat tentang apa itu industrinya, tapi siapa pun itu yang bisa menjawab kebutuhannya, mereka lah yang dipilih. Dulu orang hanya tau mangajukan kredit ya ke bank. Sekarang sudah banyak aplikasi yang menawarkan layanan kredit yang bahkan lebih mudah dan cepat. Nah ini tantangan kami juga ke depan. Kami harus selalu bersiap diri,” tutur Margono.

 

Salah satu fenomena yang perlu segera dipikirkan dan diantisipasi oleh para produsen kendaraan bermotor dan juga perusahaan-perusahaan leasing seperti FIF Group, lanjut Margono, adalah tren di beberapa negara maju yang sebagian masyarakatnya sudah menganggap bahwa kepemilikan mobil atau motor sebagai satu yang tidak lagi penting.

 

Baca Juga: FIF Luncurkan Obligasi Senilai Rp1,3 Triliun

 

Bila di Indonesia hampir setiap masyarakat masih menganggap kepemilikan kendaraan pribadi sebagai sebuah kebutuhan, di sebagian negara maju justru mulai dikenal sistem sharing kepemilikan.

 

“Jadi mahasiswa perantau gitu misalnya, dulu masing-masing merasa harus punya satu mobil atau motor sendiri. Dalam sistem sharing kepemilikan, enggak lagi. Belum lagi perkembangan kualitas layanan transportasi publik yang kini sudah semakin baik," ujarnya.

 

"Bukan tidak mungkin ke depan orang sudah nggak mau beli kendaraan sendiri. Lalu produsen kendaraan mau seperti apa? FIF Group arah bisnisnya mau gimana? Ini semua perlu segera diantisipasi,” tegas Margono.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Clara Aprilia Sukandar

Bagikan Artikel: