Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Saatnya Indonesia Menyambut Tokenized Economy, Apa Itu?

Saatnya Indonesia Menyambut Tokenized Economy, Apa Itu? Kredit Foto: Antara/Athit Perawongmetha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Meski terus mendapatkan resistensi dari sejumlah pihak lantaran berpotensi dimanfaatkan untuk praktik transaksi illegal, tren perkembangan dan pemanfaatan teknologi blockchain di berbagai sektor ekonomi kian tak terbendung. Amerika Serikat (AS), misalnya, telah mendirikan Crypto Securities Exchange (CSX) sebagai wadah bursa efek baru di industri pasar modal mereka yang keseluruhan sistemnya telah menggunakan teknologi blockchain.

Selain Itu pemerintah Thailand juga telah memberikan ijin untuk penggunaan Security Token Offering (STO) dalam aktifitas perdagangan saham dan portofolio pasar modal di bursa efek domestiknya. Penggunaan token diyakini dapat membuat proses transaksi saham menjadi jauh lebih mudah dan sederhana, sehingga karenanya secara biaya juga bakal lebih murah dan efisien.

Baca Juga: Tiru Brazil, Pasar Modal Thailand Terapkan Teknologi Blockchain

Di Indonesia sendiri prospek industri kripto ke depan juga diyakini bakal semakin cerah. Adalah tantangan bagi pemerintah dan otoritas terkait untuk kini tak lagi hanya berkutat pada sikap ressistence namun lebih pada mencari titik temu agar hadirnya industri kripto dapat turut memperkuat sistem keuangan nasional.

“Inilah yang disebut sebagai tokenized economy. Semua pihak, termasuk Indonesia, tidak akan lagi bisa menghindar. Dampaknya ke depan sangat banyak sekali. Di situ ada banyak tantangan namun sekaligus juga peluang bila kita jeli. Tinggal kemudian kita ke depan mau bagaimana dalam menghadapinya,” ujar Komisaris Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Rahmat Waluyanto, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Rahmat yang juga merupakan mantan Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada periode 2012-2017 lalu mencatat bahwa nilai kapitalisasi pasar industri aset digital atau crypto asset secara global telah menembus angka US$211 miliar. Sedangkan dari aktifitas pengumpulan dana melalui Initial Coin Offeing (ICO) hingga akhir tahun lalu juga telah mencapai US$15 miliar. Dengan kekuatan sebesar itu, gelombang tokenized economy diyakini Rahmat dapat membantu Indonesia dalam memperdalam pasar keuangan (financial deepening) menjadi lebih baik.

“Selain itu juga penting dalam mendukung financial inclusion di Indonesia. Memang aset kripto di Indonesia bukan termasuk instrumen keuangan yang diakui untuk saat ini. Namun Bappebti telah mengakomodirnya sebagai komoditas. Jadi memang bukan financial asset. Dan kalau kita berkaca yang telah terjadi di negara-negara lain, aset kripto juga sudah diperdagangkan di bursa saham dan diakui sebagai bagian dari industri pasar modal,” tutur Rahmat.

Saat ini pun, lanjut Rahmat, pada dasarnya sudah mulai banyak lembaga keuangan termasuk perbankan yang secara internal sudah membuat token kriptonya sendiri. Ke depan pun Rahmat meyakini bakal semakin banyak lagi lembaga keuangan di level global yang akan membuat dan memperdagangkan aset kripto. Bahkan satu per satu negara-negara maju di dunia telah mulai membuka diri dengan menganggap aset kripto sebagai salah satu bentuk mata uang (currency).

“Meski memang di Indonesia tidak diperbolehkan ya. Kripto di Indonesia memang jangan dipahami sebagai mata uang atau alat bayar yang sah. Dia lebih sebagai komoditas dan Menteri Perdagangan melalui Bappebti telah mengakui itu. (Pengakuan) Ini penting untuk dilakukan karena tokenized economy dalam pandangan Saya akan menjadi semakin fenomenal paling tidak lima hingga 10 tahun mendatang,” tegas Rahmat.

Baca Juga: Pasar Modal Thailand Mulai Perkenalkan STO, Apa Itu?

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: