Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Substitusi Impor Bahan Baku, Industri Hilirisasi Batu Bara Terus Didorong

Substitusi Impor Bahan Baku, Industri Hilirisasi Batu Bara Terus Didorong Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Muara Enim -

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyambut baik dan mendorong tumbuhnya industri hilirisasi batu bara untuk dapat menghasilkan produk bernilai tambah tinggi dan substistusi impor, seperti urea, Dimethyl Ether (DME), serta polypropylene. 

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebut hal ini merupakan langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan pupuk, bahan bakar, dan plastik yang akan digunakan di dalam negeri hingga mengisi permintaan pasar ekspor.

"Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mengamanatkan pengembangan industri pengolahan difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan energi yang berkesinambungan dan terjangkau," jelas Airlangga pada Pencanangan Industri Hilirisasi Batu Bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Minggu (3/3/2019).

Kegiatan pencanangan ini turut pula dihadiri Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Dalam rangkaian acara, Menteri Airlangga juga berkesempatan menandatangani prasasti pencanangan Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ).

"Sektor industri inilah yang sekarang diperlukan sesuai dengan arahan presiden karena merupakan substitusi impor dan dapat memperkuat cadangan devisa kita. Maka itu, klaster Tanjung Enim dengan luas 300 hektare ini akan menjadi kawasan industri baru yang terintegrasi," lanjutnya.

Menperin memberikan apresiasi kepada PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk yang sedang mengembangkan industri hilirisasi batu bara di mulut tambang Tanjung Enim.

Baca Juga: Pertamina, Bukit Asam, dan Air Products and Chemicals Wujudkan Hilirisasi Tambang Batu Bara

Baca Juga: Luhut Akui Punya Lahan dan Tambang Batu Bara

Teknologi gasifikasi memungkinkan konversi batu bara kalori rendah menjadi synthetic gas (syngas) yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi DME sebagai bahan bakar dan substitusi impor LPG, urea sebagai pupuk, serta polypropylene sebagai bahan baku plastik.

Pembangunan pabrik pengolahan gasifikasi batu bara yang nilai investasinya diperkirakan mencapai US$1,2 miliar dan menciptakan lapangan kerja sebanyak 1.400 orang ini akan mulai beroperasi pada November 2022. Produksinya nanti dapat memenuhi kebutuhan sebesar 500 ribu ton urea per tahun, 400 ribu ton DME per tahun, dan 450 ton polypropylene per tahun.

Dengan target pemenuhan pasar tersebut, diproyeksi kebutuhan batu bara sebagai bahan baku sebesar 7-9 juta ton per tahun, termasuk untuk mendukung kebutuhan batu bara bagi pembangkit listrik. Hilirisasi yang akan dilakukan ini diperkuat dengan total sumber daya batu bara sebesar 8,3 miliar ton dan total cadangan batu bara sebesar 3,3 miliar ton.

Menurut Airlangga, industri hilirisasi batu bara ini sangat penting untuk memperkuat struktur industri dan optimalisasi perolehan nilai tambah dalam peningkatan daya saing sektor manufaktur, termasuk dalam penguatan kemandirian industri petrokimia di Indonesia.

"Adanya keterkaitan yang luas dengan sektor industri lain tak pelak menjadikan sektor industri petrokimia sebagai tolok ukur tingkat kemajuan suatu negara, selain industri baja. Tak heran jika keberadaan industri petrokimia sering menjadi backbone dari sebagian besar sektor industri di dunia," terangnya.

Baca Juga: Pria Buleleng Diringkus usai Curi Tabung Gas-Barang Elektronik

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: