Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hai Investor Newbie, Ini Lho Manfaat IHSG, Mau Tahu?

Hai Investor Newbie, Ini Lho Manfaat IHSG, Mau Tahu? Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masyarakat awam khususnya yang mengikuti perkembangan berita dan informasi ekonomi pasti pernah mendengar istilah IHSG. Terlebih bagi para pelaku pasar modal, istilah itu seolah tak akan pernah terlewatkan dalam setiap analisis pasar yang beredar di publik.

Meski demikian, rupanya tak banyak yang mengetahui fungsi dasar dari IHSG, faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pergerakannya, hingga informasi apa saja yang bisa didapat dari data turunannya. Maka, bagi para investor pemula (newbie), tulisan ini akan mencoba membantu kalian menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Baca Juga: Duh, Bayang-bayang Ketidakpastian Global Masih Menghantui Pasar Modal

Apa Itu Indeks Saham?

Sebagaimana umumnya di berbagai bursa saham dunia, ada lebih dari satu indeks saham yang tersedia bagi investor untuk dapat menganalisis kondisi pasar terkini. Di Amerika Serikat (AS) misalnya, ada S&P500, Dow Jones, dan juga Nasdaq. Sedangkan di bursa saham Indonesia, ada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau Jakarta Composite Index (JCI), Indeks LQ45, dan beberapa lagi indeks saham lainnya.

Secara total, ada 16 indeks saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), baik yang bersifat general maupun sektoral saham. Selain itu, ada juga indeks saham yang diterbitkan oleh lembaga pihak ketiga, seperti Kompas-100 yang diterbitkan oleh Kompas Group, Bisnis-27 yang diterbitkan Bisnis Indonesia, dan juga Infobank15 yang diterbitkan Majalah Infobank. IHSG sendiri pertama kali diperkenalkan ke publik pada 1 April 1983, namun hari dasar perhitungannya menggunakan tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100.

Baca Juga: Kaum Milenial Kuasai Pasar Modal, Kok Bisa?

Fungsi IHSG

Indeks harga saham pada dasarnya memiliki tiga manfaat utama. Pertama adalah sebagai penanda arah pergerakan pasar, kedua adalah mengukur tingkat keuntungan, dan ketiga adalah sebagai tolok ukur kinerja portofolio.

Dengan melihat posisi IHSG, dapat dianggap bahwa hal itu merupakan nilai rata-rata yang relatif merepresentasikan kondisi saham-saham yang ada di pasar modal nasional. Dalam kata lain, jika kita ingin melihat kondisi bursa saham Indonesia saat ini, maka posisi IHSG dapat menjadi salah satu rujukan yang dapat dipercaya. Jika IHSG trennya naik, maka artinya harga-harga saham di BEI juga sedang dalam tren meningkat. Sebaliknya jika posisi IHSG sedang melemah, maka dapat diartikan harga-harga saham di BEI secara general sedang merosot.

Namun, patut diingat bahwa karena IHSG merupakan rangkuman dari pergerakan harga seluruh saham di BEI, maka pergerakannya bisa saja berbeda dengan yang terjadi di masing-masing saham. Bisa saja ada saham yang menguat, meski IHSG melemah dan juga sebaliknya.

Selain merepresentasikan tren, IHSG juga bisa digunakan untuk menghitung secara rata-rata keuntungan berinvestasi di pasar saham. Misalkan saja di 2008, IHSG berada pada level 1.400. Lima tahun setelahnya, IHSG terus berkembang ke level 4.400. Dari sana dapat dihitung bahwa pertumbuhan indeks dalam lima tahun adalah 3.000, atau secara persentase adalah 214%. Atau bila dihitung secara tahunan, maka secara rata-rata ada kenaikan sebesar 42,8%. Tentunya dengan catatan bahwa keuntungan tersebut hanya dihitung dari pertumbuhan harga saham dan belum memperhitungkan dari nilai dividen yang diterima tiap akhir tahun.

Sedangkan sebagai tolok ukur, IHSG dapat dimanfaatkan misalnya ketika kita berinvestasi dalam bentuk saham atau reksa dana. Bila misalnya dalam lima tahun tadi IHSG mampu tumbuh sebesar 214%, lalu saham atau reksa dana yang kita miliki hanya bisa tumbuh di bawah itu atau malah melemah, maka dapat dipastikan bahwa portofolio investasi kita tadi memiliki kinerja buruk dan sudah sepantasnya bagi kita untuk memindahkannya ke portofolio lain yang lebih menjanjikan potensi pertumbuhan yang maksimal.

Simpulan dari tiga fungsi IHSG ini bahwa posisi indeks tersebut hanyalah alat (tools) bagi investor untuk dapat menentukan arah kebijakan investasi yang akan dilakukannya. Posisi IHSG tidak akan berarti apa-apa bila tidak dikaitkan dengan data lain atau konteks yang sedang ada di pasar. Misalnya saja posisi IHSG yang turun, tidak bisa dimaknai sebagai kabar buruk bila tidak dikaitkan dengan konteks tertentu. Posisi IHSG yang turun, justru bisa dimaknai secara positif bahwa itulah saat yang tepat bagi investor untuk menempatkan dananya (time to buy).

Sebaliknya, kenaikan IHSG tidak juga dapat diartikan sebagai kabar baik selama dia tidak dikaitkan pada konteks tertentu. Jika konteksnya ingin menarik keuntungan dari lantai perdagangan, IHSG yang meningkat adalah kabar baik karena merupakan saat yang tepat bagi investor untuk melego portofolio koleksinya (time to sell).

Namun, bila konteksnya untuk menambah portofolio, keadaan IHSG meningkat justru adalah kabar buruk karena kondisi di pasar, harga-harga saham secara umum sedang mahal, sehingga tidak disarankan bagi investor untuk berburu saham.

Jangan sampai karena kita salah memaknai momen kenaikan dan penurunan IHSG, kita justru melakukan aksi beli ketika harga saham sedang mahal, sebaliknya justru sibuk melepas saham ketika harga sedang murah. Jadi, selalu berhati-hatilah, pelajari, dan jangan gegabah.

Baca Juga: Kinerja Pasar Modal Kinclong, Jokowi Sebut Ini Hasil Kerja Sama

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: