Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Theresa May Kalah, Indonesia Menang Banyak

Theresa May Kalah, Indonesia Menang Banyak Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Theresa May, Perdana Menteri Inggris kembali menelan pil pahit setelah mendapat penolakan dari parlemen tentang proposal kesepakatan Brexit. Ini menjadi kedua kalinya parlemen menolak kesepakatan Brexit yang diajukan May. 

 

Penolakan tersebut dinilai Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira memberikan berkah yang melimpah bagi Indonesia khususnya pasar modal. Pasalnya, dengan kondisi brexit yang belum pasti, akan membuat investor asing mengalikan dananya dari Eropa ke negara-negara berkembang. Dimana, Indonesia menjadi salah satunya negara berkembang yang diincar oleh investor asing dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih stabil di angka 5%. 

 

“Imbas dari belum disepakatinya proposal brexit membuat investor mencari aset beresiko di negara berkembang. Ini untungkan Indonesia sebagai negara berkembang yang posisinya paling prosepktif,” katanya, saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (13/3/2019). 

 

Baca Juga: Brexit Balaskan Dendam Dolar AS ke Rupiah

 

Bhima bahkan menilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan kembali meroket ke level tertingginya dikisaran 6.500 karena adanya aliran dana asing tersebut. Namun itu bukan hanya karena brexit tapi juga ada faktor lain yang akan mendorong IHSG.

 

“IHSG kemungkinan naik ke 6.500 kembali ke titik tertinggi. Selain brexit ada pula efek dari slowdown di China, resesi di Italia dan Jepang, instabilitas geopolitik di AS, Venezuela dan Iran,” jelasnya. 

 

Baca Juga: PM Inggris Minta Dukungan Pemimpin Uni Eropa Soal Brexit

 

Namun, Ia menuturkan bahwa musim bagi-bagi dividen di bulan Maret dan April bisa membuat pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat melemah. Karena disaat itu, lanjut Bhima, emiten-emiten membutuhkan valas dalam jumlah yang besar untuk menyalurkan dividen kepada para investor asing. 

 

“Dengan kebutuhan valas besar maka permintaan rupiah turun. Itu bisa melemahkan Rupiah,” ucapnya. 

 

Baca Juga: Theresa May Lolos Mosi Tidak Percaya, Brexit Jalan Terus

 

Sebagai informasi, setelah menolak proposal Theresa May, anggota parlemen dijadwalkan untuk melakukan pengambilan suara lagi pada Rabu (13/3/2019) waktu Inggris untuk memilih apakah Inggris harus keluar dari blok perdagangan terbesar di dunia tanpa kesepakatan sebelum KTT Uni Eropa yang akan diselenggarakan pada 21-22 Maret 2019. Adapun, perbandingan suara kesepakatan Brexit kali ini berbeda sangat jauh dengan hanya 242 suara yang setuju dengan proposal dan sebanyak 391 suara menolak proposal baru yang diajukan Theresa May.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: