Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Kebijakan Bank BJB, Pemprov Jabar Harus Libatkan Kabupaten/Kota

Soal Kebijakan Bank BJB, Pemprov Jabar Harus Libatkan Kabupaten/Kota Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat harus melibatkan pemerintah kabupaten/kota dalam pengambilan kebijakan Bank BJB. Sebab, Pemerintah Daerah Tingkat I itu bukan satu-satunya pemilik tunggal Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut.

Pakar ekonomi Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta Kartabi menilai, pemerintah kabupaten/kota pun memiliki saham di Bank BJB sehingga berhak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Bahkan, jika digabung, besaran kepemilikan sahamnya jauh lebih besar dibanding yang dikuasai Pemprov Jabar.

"Pemprov Jabar kan punya sahamnya sekitar 38%. Artinya yang 62% itu punya kabupaten/kota dan Pemprov Banten," kata Acuviarta kepada wartawan di Bandung, Kamis (14/3/2019).

Namun, meski bukan sebagai pemegang saham mayoritas, menurutnya Pemprov Jabar terlalu dominan dalam menetapkan kebijakan Bank BJB. Ia menilai hal ini tidak etis karena pemilik saham lainnya hampir tidak pernah dimintai masukan atau pendapat saat memutuskan langkah-langkah strategis.

"Pemprov tidak serba semuanya tahu. Gubernur harus mendengarkan kabupaten/kota sebagai pemegang saham lain," tegasnya.

Salah satunya, lanjut Acuviarta, terkait seleksi calon direksi yang saat ini sudah memasuki tahap akhir. "Harusnya melibatkan komponen lain, ada proses mendengarkan masukan, pendapat dari pemegang saham lain. Kepemilikan saham pemprov memang paling besar (38%), tapi bukan mayoritas," jelasnya.

Selain itu, harus ada komunikasi yang dilakukan antara Pemprov Jabar dengan pemda kabupaten/kota yang hanya sebatas penyertaan modal saja karena keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah daerah tingkat I itu.

Acuviarta menyebutkan bukti kurang dilibatkannya pemilik saham yang lain terlihat dari minimnya pengetahuan pemerintah daerah tentang pola bisnis Bank BJB. "Ironi, kabupaten/kota tidak memahami pola bisnis Bank BJB. Ini bukti tidak adanya komunikasi pemegang saham. Terlepas besar-kecil," ujarnya.

Oleh karena itu, kondisi ini harus dihentikan agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. "Ini jadi persoalan ke depannya. Karena harusnya mengakomodasi pertimbangan yang ingin diakomodasi dari pemegang saham lain," katanya

Baca Juga: 4 Syarat yang Diminta DPR untuk Direksi BJB

Acuviarta pun kembali menyebut seleksi direksi sebagai contohnya. dalam menentukan kandidat tersebut, seharusnya Pemprov Jabar harus mendengarkan aspirasi kabupaten/kota selaku pemilik saham lainnya. Pasalnya, kondisi pembangunan di setiap daerah akan berbeda satu sama lainnya. 

"Bagaimana dukungan calon direksi itu terhadap pembangunan di kabupaten/kota. Karena ada perbedaan karakteristik di setiap kabupaten/kota," ujarnya.

Menurut dia, kebijakan Bank BJB harus selaras dengan kondisi perbankan di masing-masing kabupaten/kota. "Ada hal-hal yang perlu dicermati oleh para calon direksi. Bagaimana pemahamannya tentang sektor keuangan dan perbankan di masing-masing wilayah. Bagaimana strateginya. Ini harus menjadi aspek utama dalam memilih direksi," jelasnya.

Baca Juga: Seleksi Calon Direksi, OJK Tak Persoalkan Perubahan AD/ART Bank BJB

Terlebih, Acuviarta menilai eksistensi Bank BJB ini tidak terlepas dari dukungan seluruh pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat dan Banten. "Kita harus akui, eksistensi BJB ini tidak terlepas dari dukungan semua kabupaten/kota sebagai pasar," katanya seraya mengkhawatirkan adanya pelepasan saham oleh pemerintah kabupaten/kota karena merasa tidak diakomodasi.

Selain itu, menurutnya pemerintah kabupaten/kota pun dibolehkan menempatkan dananya di bank umum selain bank pembangunan daerah setempat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006.

Lebih lanjut, Acuviarta menambahkan, besaran saham Bank BJB yang dimiliki Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Tentang BUMD. Dalam pasal 24, kepemilikan saham pemilik BUMD seharusnya minimal 51%.

"Dalam pasal 24 PP 54/2017 Tentang BUMD, disebutkan pengurangan modal daerah pada BUMD dapat dilakukan sepanjang tidak menyebabkan kepemilikan saham di bawah 51%. Tapi sekarang kan Pemprov Jabar hanya punya saham 38%," pungkasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: