Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fitch Kembali Pertahankan Credit Rating RI, Ini Kata BI

Fitch Kembali Pertahankan Credit Rating RI, Ini Kata BI Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Lembaga pemeringkat Fitch Ratings (Fitch) mengafirmasi peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia pada level BBB/outlook stabil (investment grade) pada 14 Maret 2019. Sebelumnya pada 2 September 2018, Fitch telah mempertahankan peringkat Indonesia pada level BBB/outlook stabil.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, hal ini mencerminkan keyakinan lembaga rating atas perekonomian Indonesia dan resiliensi sektor eksternal Indonesia di tengah kondisi ekonomi global yang masih dipenuhi ketidakpastian.

"Ke depan, BI akan tetap konsisten menempuh bauran kebijakan untuk memperkuat stabilitas eksternal dan mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait juga akan terus dipererat," kata Perry di Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Beberapa faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi yang baik dan beban utang pemerintah yang relatif rendah di tengah tantangan yang berasal dari masih kuatnya ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal, penerimaan pemerintah yang rendah, serta indikator struktural lainnya yang masih di bawah negara peers.

"Prospek pertumbuhan ekonomi terus menunjukkan penguatan dibandingkan dengan negara peers. Permintaan domestik diperkirakan tetap resilien di tengah kinerja ekspor yang terbatas dipengaruhi permintaan global yang melambat," jelasnya.

Baca Juga: Manajemen Lippo Protes Fitch Turunkan Rating, Begini Alasannya

Konsumsi dan investasi tetap menjadi sumber utama pertumbuhan seiring dengan adanya bonus gaji pegawai negeri sipil, peningkatan dana bantuan sosial, dan pelaksanaan berbagai proyek infrastruktur khususnya oleh BUMN.

Dari sisi eksternal, Sovereign Credit Indonesia diyakini tetap resilien dalam menghadapi kemungkinan terjadinya pergerakan nilai tukar yang cukup signifikan apabila terjadi gejolak pasar jika Otoritas Moneter Amerika Serikat kembali melakukan pengetatan kebijakan moneter pada akhir tahun.

"Rendahnya beban utang pemerintah dibanding negara peers menjadi faktor peredam tekanan, sementara bank-bank besar memiliki resiliensi terhadap kondisi tekanan yang bersifat signifikan," tambah Perry.

Inflasi IHK secara rata-rata diperkirakan mencapai 3,4% di 2019 dan suku bunga kebijakan diperkirakan tidak akan berubah. Hal ini sejalan dengan tujuan BI untuk memperkuat stabilitas eksternal dengan mengendalikan defisit neraca berjalan dan menjaga daya tarik aset keuangan Indonesia. BI juga diperkirakan menempuh pelonggaran kebijakan makroprudensial dalam waktu dekat.

Pada sisi fiskal, pengurangan defisit fiskal menjelang pelaksanaan Pemilu 2019 menunjukkan sikap konservatif Indonesia di bidang kebijakan fiskal. Defisit fiskal tercatat 1,8% dari PDB pada 2018 atau lebih rendah daripada defisit fiskal pada 2017 yang mencapai 2,3%, sebagian besar ditopang pertumbuhan penerimaan yang tinggi serta upaya untuk memperbaiki penerimaan pajak.

Lebih lanjut, risiko yang bersumber dari sektor perbankan dinilai terbatas seiring dengan permodalan bank yang kuat dengan rasio kecukupan modal mencapai 22,9% pada Desember 2018. Secara umum, kewajiban bank dalam valas dapat ditutup dengan aset atau dilakukan lindung nilai. Di samping itu, sebagian kewajiban merupakan pembiayaan yang berasal dari perusahaan induk.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: