Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Seperti Apa Kesiapan Praktisi PR pada Era Artificial Intelligence?

Seperti Apa Kesiapan Praktisi PR pada Era Artificial Intelligence? Kredit Foto: Kementerian BUMN
Warta Ekonomi, Bandung -

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan mungkin cepat, media sosial mungkin cepat, tetapi hubungan akan membutuhkan waktu namun akan berdampak hubungan lebih lama (long lasting). Dan implementasi AI yang akan berdampak pada PR masih perlu disosialisasikan dalam aspek akademik untuk menyesuaikan bahan pengajaran dan membutuhkan lebih banyak dialog.

Hal tersebut diungkapkan N. Nurlaela Arief, Head of Corporate Communications Bio Farma dalam sesi kedua pada Kongres Forum Humas BUMN 2019 dengan tema “Kesiapan Praktisi PR pada Era Artificial Intelligence", Bandung, Jumat (15/3/2019).

Para pembicara yang hadir pada tema ini adalah Anne Gregory (Professor of Corporate Communications, Huddersfield Business School, UK), Catherine Arrow (Executive Director of PR Knowledge Hub and Fellow of The Public Relations Institute of New Zealand /PRINZ) dan N. Nurlaela Arief, Head of Corporate Communications Bio Farma.

Anne Gregory, berbicara mengenai "Artificial Intelligence (AI) and Capability: Where We Stand To Be". Penggunaan AI saat ini menjadi sangat penting terkait dengan profesi Public Relations. Memerhatikan survei potensi penggunaan AI selama rentang waktu 5 tahun, Anne mengajak para praktisi humas untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang dapat Public Relations lakukan mengenai hal ini?”

Baca Juga: Adopsi AI di Indonesia Masih Minim, Kenapa?

Meski pesatnya perkembangan teknologi hingga kinerja manusia dapat digantikan oleh robot sekalipun, beberapa hal tak boleh dilupakan para profesional yang bekerja di bidang PR; manusia memiliki high cogitative skill yaitu dapat berpikir strategis.

“Ada masa depan yang harus diisi dan diberi arti oleh manusia. Begitu pula kelebihan mengolah emosi, hubungan antar manusia, sensitivitas dan kesadaran humanis lain. Terakhir ada ethical decision, penilaian dan integritas bahwa manusia pun tak harus selalu terjebak dalam sebuah kondisi seperti apapun,” jelas Anne.

Sementara itu, Catherine Arrow menjelaskan, selain teknologi, kata-kata adalah bagian kekuatan dari perkembangan AI dalam dunia Public Relations. Ada 3 keterampilan khusus yang akan terus dibutuhkan agar roda pengelolaan Public Relations berjalan dalam perkembangan AI saat ini, yakni characteristic; kita dituntut untuk dapat mengidentifikasi dan mengelola karakter dan nilai-nilai perusahaan, lalu listening; kultur mendengarkan harus terus dipupuk dan yang terakhir adalah rasa responsibility; bertanggungjawab secara profesional akan fungsi tugas sebagai PR.

“Mudah untuk mempercayai bahwa AI penting untuk masa depan, saat anak-anak kita tumbuh dan bekerja. Tapi, cerita AI adalah untuk saat ini, dan tantangan bagi para praktisi humas di seluruh dunia," Catherine Arrow mengungkapkan.

Nurlaela Arief berbicara mengenai Era Public Relations dalam Artificial Intelligence berdasarkan riset di Indonesia yang memunculkan pertanyaan, apakah era PR akan segera berakhir?

Teknologi termasuk Artificial intelligence (AI) telah melakukan revolusi di semua industri,  dari keuangan hingga pertanian, kesehatan hingga pendidikan, bahkan PR dan jurnalisme pun tidak memiliki kekebalan.

Baca Juga: Apa Itu Artificial Intelligence?

Bagaimana sebenarnya posisi AI ini di Indonesia? Bagaimana kesiapan para PR di era AI? Pada April-November, tim riset dan para mitra riset mengumpulkan data menggunakan teknik survei online kuantitatif dan semi struktur interview. Para respondennya adalah para praktisi PR level Vice President, Manager, Deputy Head, praktisi IT, Start Up IT dan Digital Company, serta forum AI. Total ada 202 responden yang memberikan kesimpulan bahwa :
•    PR Baru pada fresh/entry level memiliki kemungkinan terbesar tergantikan posisinya oleh keberadaan AI. Ini adalah tantangan untuk para fresh graduate yang baru saja bergabung di industri PR.
•    Para PR profesional pun harus menemukan jalan baru untuk dapat memberikan nilai lebih kepada perusahaan dengan menggunakan platform baru dan membangun nilai-nilai baru.
•    Tidak dapat murni dibuktikan bahwa manajemen atau pekerjaan kreatif akan terancam keberadaannya karena hadirnya AI.
•    Panduan internal mengenai implikasi dari teknologi, big data dan AI sangat dibutuhkan.
•    Implementasi PR baru harus lebih secara masif disosialisasikan, pada aspek akedemik sudah seharusnya diajarkan materi yang disesuaikan dengan tren dan memiliki hubungan dengan indsutri yang sedang berkembang saat itu.

Pekerjaan PR yang berpotensi digantikan oleh AI pada peringkat pertama adalah media monitoring kemudian media analysis, masing-masing sekitar 45%; Kemudian media relations sekitar 37% dan distribusi rilis sekitar 33%.

Dua aktivitas PR yang tetap membutuhkan dukungan manusia dan berpotensi kecil untuk digantikan oleh AI adalah produksi foto atau video dan presentasi (komunikasi tatap muka). N. Nurlaela Arief juga memetakan kompetensi baru untuk PR agar tetap relevan dalam industri, yaitu: (1) analisis data, (2) influencer, (3) manajemen media sosial dan (4) content creator.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: