Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Demo atas Nama Petani Bermuatan Politik? Jadi, Kepentingan Siapa yang Disuarakan?

Demo atas Nama Petani Bermuatan Politik? Jadi, Kepentingan Siapa yang Disuarakan? Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, mengatakan berbagai demo ataupun suara mengaku-ngaku atau mengatasnamakan peternak dan petani menjelang pemilu ini malah semakin mempertegas adanya muatan politik di tengah suasana perhelatan pilpres dan pileg tahun ini.

"Statment statment mereka itu sangat tendensius. Menurut saya, kalau di cari celanya dan kelemahan pemerintah, bisa saja di tahun politik ini dicari-cari yang kurang-kurang terus. Masalahnya kalau mau bicara pertanian itu sangat luas sekali. Nah, saat ini yang perlu diihat adalah nawaitunya apa. Kalau nawaitunya selalu ingin menjatohkan atau menyalahkan itu kan lain lagi," katanya.

Baca Juga: Peternak Jadi Alat Politik, "Sesekali Cek Lapangan dan Turun Langsung ke Kandang Kami"

Winarno menjelaskan, sektor pertanian biasanya dikenal dengan sektor yang paling luas. Di sana, kata dia, ada yang disebut dengan pengamat, dosen, dan pelaku-pelaku lain yang bergelut di bidang pertanian.

"Tapi sebagian pengamat dan dosen sering tidak merasakan apa yang dirasakan langsung peternak dan petani. Justru kalau menurut saya petani yang merasakan apa yang terjadi sesungguhnya. Beberapa Dosen dan pengamat yang lantang bicara itu sifatnya sebaikya hanya kasih masukan langsung ke pemerintah saja, jangan teriak teriak diluar", katanya.

Dikatakan Winarno, sebaiknya semua pihak mampu meredam diri, tanpa membuat gaduh dan menimbulkan tafsiran lain di masyarakat bawah. Kalaupun mau berbicara, kata dia, bicaralah dengan menggunakan data.

"Menurut saya, di tahun politik ini harus bisa menunjukan data yang valid. Pemerintah termasuk Kementan kan pasti lengkap sekali informasinya. Bahkan terakhir ini kita sering ekspor. Jadi sebaiknya pihak yang mengkritik juga memakai data resmi," katanya.

Jika mengacu pada data, impor jagung pakan pada 2014 mencapai senilai US$ 3,5 kita dolar. Atau setara dengan Rp10 miliar. Namun, kemudian Pemerintah membatasi impor jagung secara mendadak. 

Selanjutnya pada 2017 dan 2018 Indonesia membalikkan keadaan dengan mengekspor 380 ribu ton jagung.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: