Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penggunaan Software Bajakan di Indonesia Tinggi, Akhirnya Kampanye Ini Digelar

Penggunaan Software Bajakan di Indonesia Tinggi, Akhirnya Kampanye Ini Digelar Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
Warta Ekonomi, Jakarta -

BSA, asosiasi perangkat lunak asal Amerika Serikat, bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk mendorong para pemimpin bisnis dalam mengatasi masalah penggunaan software tidak berlisensi. Per hari ini (18/3/2019), kedua pihak itu meluncurkan kampanye bertajuk "Legalize and Protect", bertujuan menjangkau puluhan ribu pemimpin bisnis untuk memahami manfaat penggunaan software legal secara hukum, produktivitas, dan keamanan.

BSA memang memberi perhatian khusus kepada para pebisnis yang masih menggunakan perangkat lunak ilegal, sebab mereka mencari keuntungan tetapi tak mau membayar biaya untuk itu. Hal itu diungkapkan oleh Senior Director BSA, Tarun Sawney, kepada Warta Ekonomi, Senin (18/3/2019).

"Kami tidak menindak pengguna perangkat lunak ilegal individu, tetapi lebih ke perusahaan. Karena yang membuat bisnis dapat keuntungan adalah software, tapi mereka tidak mau bayar atau cari perangkat lunak yang murah tapi tak berlisensi," kata Tarun.

Baca Juga: Dear Pelaku Usaha, Software Bajakan Bisa Buat Rugi Jutaan Dolar Loh

Ribuan perusahaan di Indonesia masih memakai perangkat lunak bajakan, yang dapat menimbulkan risiko bisnis dan keamanan serius. BSA berharap, hasil dari kampanye ini dapat mendorong ribuan perusahaan untuk melegalkan berbagai asetnya, dari software ilegal yang tidak aman menjadi aset software berlisensi.

"Tujuan utama kampanye ini membantu para pemimpin bisnis memahami manfaat dan kewajiban melegalisasikan software demi keamanan, reputasi, produktivitas, dan keuntungan perusahaan," ungkap Tarun.

Sementara itu, walaupun kesulitan, pemerintah telah aktif berupaya mengurangi penggunaan software tidak berlisensi dengan cara: sosialisasi, imbauan masyarakat, edukasi, serta membuka ruang untuk penegakkan hukum. Masyarakat dapat melakukan pengaduan sebagaimana yang diatur dalam UU Hak Cipta no. 28 tahun 2014.  

Baca Juga: Waduh, Pemerintah Sulit Tindak Software Ilegal?

"Kami pun sudah melakukan kampanye besar seperti ini di beberapa kota besar, seperti Medan, Surabaya, dan Makassar," sebut Kasubdit Pencegahan & Penyelesaian Sengketa Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kemenkumham, Irbar Susanto.

Rencananya, tiga hingga enam bulan setelah kampanye tersebut diadakan, BSA akan berkolaborasi dengan perusahaan telekomunikasi untuk menghubungi para perusahaan. Itu dilakukan untuk melakukan pengecekan, apakah perusahaan sudah menggunakan perangkat lunak resmi atau belum.

"Kami akan menyampaikan risiko jika belum memenuhi aturan itu, maka akan dikenakan hukuman yang berhubungan dengan regulasi," kata Tarun.

BSA berkolaborasi dengan pemerintah di kawasan ASEAN untuk membantu komunitas bisnis memahami manfaat ekonomi dari penggunaan software legal. International Data Corporation (IDC) memperkirakan, perusahaan yang meningkatkan manajemen softwarenya dapat meningkatkan laba hingga 11%. Oleh karena itu, pemerintah berwenang diharapkan dapat memacu komunitas bisnis untuk segera beralih ke aset legal demi meningkatkan daya saing nasional.

Pekan ini, BSA meluncurkan kampanye “Legalize and Protect” di Indonesia, Thailand, dan Filipina. Sebelumnya, BSA pun berkolaborasi dengan pemerintah Vietnam telah meluncurkan kampanye serupa dan menuai berbagai hasil positif. Target kampanye ini terdiri dari perusahaan yang bergerak dalam berbagai industri, termasuk tetapi tidak terbatas pada manufaktur, IT, keuangan, layanan profesional, konstruksi, perawatan kesehatan, barang keperluan sehari-hari, teknik, arsitektur, dan desain.

Dalam beberapa bulan ke depan, BSA akan meluncurkan upaya edukasi untuk memastikan para pemimpin bisnis sadar akan risiko dari penggunaan software tidak berlisensi. Usaha tersebut mencakup kegiatan pemasaran, komunikasi, konten media sosial dan dalam beberapa kasus, direct appeals pada perusahan-perusahaan untuk melegalisasikan aset softwarenya.

Wilayah Asia Pasifik memiliki tingkat penggunaan software tak berlisensi tertinggi di dunia, sebesar 57%. Sementara itu, pada 2017, penggunaan software bajakan di Indonesia tercatat mencapai angka 83%, sama seperti Pakistan.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: