Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Yang Hambar dari Debat Cawapres (1)

Yang Hambar dari Debat Cawapres (1) Kredit Foto: Antara/Antara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejumlah pakar dan akademisi mengkritisi debat calon wakil presiden (cawapres) yang hambar dan dinilai kurang memuaskan karena banyak akar masalah di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan sosial budaya yang belum terungkap dan debat yang kelewat normatif.

Baca Juga: Istilah-Istilah Ma'ruf Amin di Debat Semalam Ternyata Didapat dari Ini

Hal itu dikemukakan para pakar dalam diskusi seri Pemilu yang diselenggarakan Centres for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Senin (18/3).

Dalam rangkuman hasil diskusi yang diterima Antara, mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengaku kurang puas dengan debat cawapres pada Minggu (18/3) lalu. Mari yang menjadi moderator dalam diskusi CSIS itu mengatakan selain masalah waktu yang terbatas pada debat cawapres, bangsa Indonesia juga bukan bangsa yang suka berdebat.

Mantan Menteri Pariwisata dan ekonomi Kreatif itu juga mengkritisi debat soal pengembangan budaya. Menurut dia, Tantangannya bukan sebatas bagaimana ragam budaya yang ada bisa menjadi potensi pengembangan ekonomi rakyat, tapi juga keragaman budaya harus dapat memperat dan meningkatkan nilai-nilai sosial seperti toleransi dalam membangun masyarakat yang lebih adil, sejahtera dan bahagia

"Namun setidaknya terlihat berbagai tantangan yang akan bangsa kita hadapi ke depan. Pendekatan yang lebih komprehensif di masa datang menjadi semakin penting," ujar pengamat ekonomi itu.

Sementara itu pengamat lainnya yang hadir pada diskusi CSIS itu, seperti pemerhati pendidikan Doni Koesoema A, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi UI Teguh Dartanto, Peneliti Senior CSIS Haryo Aswicahyono, Pengamat Sosial Budaya dan Vokasi Universitas Indonesia Devie Rahmawati, mengungkapkan hal yang sama bahwa debat belum mengungkap akar masalah dan solusi tentang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan sosial budaya.

Pengamat Pendidikan Doni Koesoema misalnya, menilai debat soal riset masih sebatas soal dana dan koordinasi. Padahal, kata dia, salah satu akar masalah kurang berkembanganya riset di Indonesia terkait dengan kurikulum dasar pendidikan yang tidak mendorong orang untuk menghargai kegiatan riset.

"Harusnya, paslon berbicara bagaimana konteks evaluasi dan penilaian secara menyeluruh, dari SD sampai perguruan tinggi. Baru cari solusi terbaik yang utuh dan menyeluruh agar pengembangan minat dan bakat menjadi jelas, tidak seperti yang berlangsung selama ini," kata Doni.

Baca Juga: Kader Gerindra Gantikan AWK Sebagai Anggota DPD RI, De Gadjah: Efektif Kawal Kebijakan dan Pembangunan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: