Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Yang Hambar dari Debat Cawapres (2)

Yang Hambar dari Debat Cawapres (2) Kredit Foto: Antara/Antara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hal yang sama diungkapkan Teguh Dartanto. Ia menyayangkan pada debat soal kesehatan hanya berkutat pada isu sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), stunting, dan pentingnya upaya preventif dan promotif, namun tidak kedua cawapres tidak menyebut isu imunisasi, pergeseran penyakit ke penyakit tidak menular seperti diabetes dan jantung, dan perilaku berisiko seperti merokok.

Baca Juga: Yang Hambar dari Debat Cawapres (1)

Padahal, kata dia, jika isu imunisasi tidak diatasi, maka di masa yang akan datang Indonesia tetap menghadapi penyakit menular. Bahkan kedua cawapres tidak membahas peran pemerintah daerah dalam isu kesehatan, kendati berdasarkan UU Kesehatan, pemda harus mengalokasikan 10 persen dana APBD untuk program kesehatan, dan pemerintah pusat lima persen dari dana APBN.

"Selama ini pemerintah konsisten mengalokasikan dana yang rendah untuk program kesehatan, hanya sekitar satu persen dari PDB. Tidak mungkin mendapatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan alokasi dana seperti sekarang," ujar Teguh.

Di bidang ketenagakerjaan, peneliti senior CSIS Haryo Aswicahyono, juga mengatakan banyak persoalan krusial tidak terungkap. Ia menyebut isu penting di bidang ketenagakerjaan saat ini antara lain terjadi penuaan, di mana pangsa kaum muda dalam angkatan kerja (mereka berusia 20-39 tahun) turun dari 52,2 persen dalam satu dekade terakhir menjadi 47,8 persen pada Februari 2018, dan bahwa tingkat pengangguran di anak muda masih relatif tinggi.

"Seiring dengan penuaan itu maka kebutuhan penciptaan lapangan kerja juga menurun, sementara kebutuhan untuk kesehatan dan pensiun lansia semakin besar. Dengan tren seperti ini ekonomi akan menciptakan cukup tenaga kerja dalam jangka pendek. Pertanyaan kemudian adalah jenis pekerjaaan apa yang perlu disediakan untuk masa depan, high value added manufacturing and services?," katanya.

Haryo juga menyoroti kegiatan training dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja. Menurut dia, saat ini sangat sedikit training dilakukan perusahaan di Indonesia dibanding negara lain. Ini antara lain, kata dia, karena pasar tenaga kerja yang terlalu rigid, misalnya akibat upah minimum dan biaya pesangon, yang menyebabkan perusahaan melakukan outsourcing dan tidak investasi di training untuk pegawai permanen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: