Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Neraca Perdagangan Surplus, Pemerintah Tak Boleh Lengah

Neraca Perdagangan Surplus, Pemerintah Tak Boleh Lengah Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Neraca perdagangan mencatatkan surplus pada Februari lalu. Hasil ini tentu jauh berbeda dengan neraca perdagangan Januari yang tercatat defisit.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Putu Rusta Adijaya mengatakan, pemerintah patut mewaspadai neraca perdagangan surplus karena satu dan lain hal, di antaranya menurunnya jumlah impor, terutama impor bahan baku dan penolong.

Proyeksi pelambatan ekonomi di China dan perang dagang antara China dan AS tentu menjadi fakor pendorong yang sangat kuat. Pelambatan ini terjadi karena penurunan permintaan dari mereka. Padahal, ekspor merupakan sumber pertumbuhan ekonomi terbesar China.

"Sebagai salah satu negara tujuan ekspor utama Indonesia, segala kebijakan AS akan sangat memengaruhi Indonesia. Sekarang di bawah pemerintahan Donald Trump, AS terus menggencarkan ekspor di sektor migas dan mengurangi impor migas dari negara lain, termasuk Indonesia. Sementara akibat perang dagang, hubungan AS dan China belum membuahkan kepastian angka surplus. Ketidakpastian global ini seharusnya mendorong kita untuk bisa mencari pasar ekspor lain untuk ekspor migas," terang Rusta dalam keterangan resminya, Selasa (19/3/2019).

Baca Juga: Alhamdulillah, Neraca Perdagangan RI Surplus di Febuari 2019

Pemerintah perlu mengintensifkan berbagai upaya untuk kembali meningkatkan nilai ekspor dalam negeri. Salah satunya melalui diversifikasi pasar ekspor.

"Sudah seharusnya kembali melihat potensi absolute advantage dan comparative advantage agar dapat melakukan diversifikasi ekspor. Diversifikasi ekspor ke negara tujuan non-tradisional dapat dilakukan dengan memberikan insentif bagi eksportir," jelasnya.

Selain itu, pemerintah sebaiknya memperhatikan potensi capital outflow yang masih cukup rawan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Potensi capital outflow dapat memengaruhi kondisi nilai tukar rupiah yang dapat berdampak pada performa ekspor dan impor. Untuk itu, pemerintah harus mencegah supaya modal tidak keluar dari Indonesia, salah satunya melalui kebijakan yang pro-investasi.

"Perdagangan internasional merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menjaga supply dan demand di dalam negeri. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia sudah seharusnya memitigasi pelambatan ekonomi global ini dengan memanfaatkan produksi di dalam negeri dan pendiversifikasian ekspor," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: