Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mid Career Crisis, Atasi atau Berhenti?

Mid Career Crisis, Atasi atau Berhenti? Kredit Foto: Unsplash/Tim Gouw
Warta Ekonomi, Jakarta -

2008 silam, Ekonom David Blanchflower dan Andrew Oswald melakukan riset bertajuk "Is Well Being U-Shaped over the Life Cycle" yang menyimpulkan bahwa kepuasan hidup seseorang membentuk grafik U yang melengkung secara halus. Dimulai dari masa muda, mencapai titik terendah di pertengahan usia 40-an, dan kemudian pulih seiring bertambahnya usia. Pola tersebut terjadi hampir di seluruh dunia, baik pria dan wanita. Apalagi saat kita mengoreksi variabel lain, seperti saat karyawan atau wirausawan menjadi orang tua. Ada kesenjangan kepuasan hidup antara usia 20 dan sekitar 45 yang terkait dengan pemecatan atau pun perceraian.

Data tersebut juga didukung riset pada 1996 bertajuk "Is Job Satisfaction U-Shaped in Age" yang mensurvei lebih dari 5.000 karyawan di Inggris, menemukan bahwa kepuasan kerja juga berbentuk U yang melengkung secara halus, meskipun titik nadir datang lebih awal, sekitar usia 39.

Elliot Jaques, psikoanalis yang menciptakan ungkapan "krisis paruh baya" pada 1965, mengatakan, adanya perubahan dramatis dalam kehidupan kreatif seniman dari Michelangelo ke Gauguin, yang merasa hidup mereka tidak terpenuhi oleh karya mereka sebelumnya.

Baca Juga: Membangun Karier dari Nol Hingga Jadi Menteri

Kieran Setiya, profesor di Departemen Linguistik dan Filsafat di MIT dan penulis "Midlife: A Philosophical Guide", menyatakan, apa pun alasannya, krisis di pertengahan karier adalah tanda bahwa Anda perlu mengubah apa yang Anda lakukan saat ini atau mengubah cara Anda melakukannya. Setidaknya ada tiga hal yang mendisrupsi diri Anda menuju mid career crisis (krisis pertengahan karier) sebagaimana berikut:

1. Menyesali Masa Lalu

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pilihan menghasilkan pengecualian dari alternatif. Seringkali di pertengahan karier kita membayangkan kehidupan yang tidak akan pernah kita jalani dan rasa sakit karena kehilangan kesempatan. Misalkan seseorang sempat berkeinginan menjadi dokter seperti ayahnya. Lalu, berubah pikiran ingin menjadi seorang penyair. Saat kuliah, ia mengambil jurusan filsafat.

Selama 15 atau 20 tahun ke depan, ia tidak terlalu memikirkan alternatif (kuliah di jurusan kedokteran) dan memang saat tidak memikirkan alternatif, kita lebih mudah lulus kuliah. Namun, pada usia 35, setelah melewati berbagai rintangan akademis, seseorang cenderung memikirkan kembali alternatif tersebut. Di lingkungan kerja sendiri, saat usia Anda menginjak 40 tahun, umumnya Anda telah memiliki berbagai pengalaman pekerjaan. Ketika kita melihat kembali kehidupan kita, menyesali jalan yang tidak diambil. Satu-satunya cara untuk menghindari penyesalan sepenuhnya adalah dengan hanya memperhatikan satu hal, satu metrik hingga maksimal.

Baca Juga: Kinerja Loyo? Ini Lho Empat Alasan Karyawan Underperfom

2. Kesalahan, Kemalangan, dan Kegagalan

Setiap karier memiliki kesalahan. Di usia paruh baya, kita mendapati diri merenungkan apa yang mungkin terjadi. Ada seseorang yang meninggalkan karier yang menjanjikan di bidang musik untuk menjadi pengacara perusahaan. Sepuluh tahun berlalu, dia menemukan pekerjaan barunya mengecewakan. Apa yang menghantuinya bukanlah bertanya-tanya bagaimana cara mengganti trek sekarang, tetapi berharap dia bisa mengubah masa lalu. Mengapa dia membuat kesalahan dengan menyerah pada musik? Bagaimana dia bisa berdamai dengan itu?

Filsafat menunjukkan jalannya. Anda harus membedakan apa yang seharusnya Anda lakukan atau sambut saat itu dari apa yang seharusnya Anda rasakan sekarang. Jika Anda melakukan investasi bodoh, tetapi ternyata menghasilkan untung, Anda tidak perlu menyesal melakukan sesuatu yang seharusnya tidak Anda miliki. Filsuf moral Derek Parfit membayangkan seorang gadis remaja yang memutuskan untuk memiliki bayi terlepas dari ketidakstabilan hidupnya. Kita bisa menduga itu adalah keputusan yang buruk, menghentikan pendidikannya dan memulai perjuangan panjang untuk mendukung anak. Bertahun-tahun kemudian, bagaimana pun, sambil memeluk putra remajanya, dia bersyukur dan senang dia melakukan apa yang secara obyektif merupakan kesalahan.

Kita hidup dalam detail, bukan abstraksi. Terhadap fakta samar-samar bahwa Anda mungkin memiliki karier yang lebih sukses, Anda dapat menempatkan cara konkrit di mana karier Anda yang sebenarnya baik. Cara memahami kembali karier Anda ini memiliki batas. Tidak ada jaminan bahwa setiap kesalahan dapat ditegaskan dalam retrospeksi atau bahwa penyesalan selalu tidak pada tempatnya. Namun, penyesalan yang menyalakan kecenderungan untuk mengukur hidup Anda yang seolah-olah Anda berada di luar itu, dapat diredam oleh perhatian Anda yang penuh kepada orang-orang, hubungan, dan kegiatan yang Anda sukai. Hal ini bergantung pada karier yang Anda pilih.

Baca Juga: Wew, Deretan Pekerjaan Ini Enggak Perlu Gelar Sarjana Buat Miliki Uang Banyak

3. Kejenuhan di Masa Sekarang

Salah satu penyebab krisis di pertengahan karier adalah rasa kesia-sian di masa sekarang. Pekerjaan seorang dosen misalnya, masih tampak bermanfaat: ada nilai dalam kegiatan mengajar, meneliti, dan menulis. Namun, kehampaan dalam proyeksi karier si dosen juga bisa menyebabkan mid career crisis.

Bagaimana mungkin melakukan kegiatan yang bermanfaat menimbulkan perasaan hampa? Salah satu penyebabnya, Anda merasa bosan karena waktu Anda terlalu banyak dihabiskan di tempat kerja, alih-alih melakukan kegiatan yang membuat hidup Anda layak dijalani.

Solusinya adalah menyediakan waktu untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan. Misalnya, dengan mulai memelihara hewan yang sebenarnya mungkin sudah Anda rencanakan selama bertahun-tahun lalu atau melakukan kegiatan di luar dengan menghidupkan kembali hobi favorit Anda atau mencari hobi baru, seperti menari salsa atau mengumpulkan perangko. Anda harus menyediakan waktu untuk hal-hal yang bisa membuat hidup Anda menyenangkan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: