Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Co-Founder Nodeflux Berbagi Pengalamannya Jadi Spesialis AI

Co-Founder Nodeflux Berbagi Pengalamannya Jadi Spesialis AI Kredit Foto: Yosi Winosa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Co-founder CTO Nodeflux, Faris Rahman berbagi pengalamannya dengan Redaksi Warta Ekonomi seputar bagiamana ia merintis karir dari programer, Artificial Intelligence (AI) specialist hingga kini mempunyai perusahaan penyedia solusi AI komputer vision sendiri, Nodeflux.

Menurutnya, meski kurikulum pendidikan di kampus-kampus saat ini secara mindset dirasa cukup mengakomodasi AI (berbasis ilmu statistik). Namun demikian mahasiswa yang menggeluti jurusan IT sebaiknya aktif terlibat dalam komunitas dan course yang dibuka untuk umum dimana banyak praktisi melakukan sharing session di dalamnya. 

"Agar ketika para freshgrade keluar dari kuliahan, masuk dunia kerja tidak harus mengulang belajar lagi. Apalgi sekarang kan banyak course gratis di internet ya, terus mau tau cari apapun youtube tutorial segala macem gampang. Mau ngoprek Ai gampang tinggal download dan running sendiri," kata dia belum lama ini.

Baca Juga: Nodeflux Resmi Menjadi Perusahaan Indonesia Pertama di NVIDIA MSPP

Diakuinya, tenaga kerja AI spesialis masih jarang bahkan dari perguruan tinggi ternama seperti UI, ITB, UGM dan Binus pun tidak semunya menyediakan lulusan yang siap pakai. Apalagi kalau sudah berbicara cabang AI itu sendiri, seperti NPL dan Komputer Vision.

Kalaupun ada, masih harusmengikuti training, dalam arti ada learning curve tertentu. Makanya kebanyakan perusahaan di Indonesia mempekerjakan AI spesialis lokal lulusan S2 luar negeri. 

Ada baiknya juga mereka mengulik bahasa pemrograman yang lebih ramah dan universal seperti python misalnya, ketimbang C atau C++. Selain sudah digunakan sejumlah raksasa internet seperti Google, Netflix, facebook dan Spotify, Python memiliki basis komunitas yang besar di seluruh dunia. 

"Kalau saya kebetulan suka ngoprek atau bikin software sejak kuliah di ITB dulu, lulus, kerja sendiri bikin software buat perusahaan, project terakhir dengan perusahaan migas. Saya dan temen SMP saya, Meidi, kan kita orangnya sama-sama gak pengen tergantung dengan orang lain, dalam arti harus punya area dan playground sendiri makanya kita seirusin bikin startup ini (Nodeflux)," tambah dia.

Baca Juga: Seperti Apa Kesiapan Praktisi PR pada Era Artificial Intelligence?

Berbekal ide dan eksekusi yang mantap, ia menjajaki prototype produk big data yang kemudian dipivot ke image video analysys (IVA) ke para investor. Meski sebenarnya sudah ada beberapa kompetitor yang bermain di segmen ini, baik dari China, Jepang dan Inggris, namun akhirnya ia berhasil meyakinkan investor.

"Jadi AI sendiri kan sumber datanya banyak, ada yang  teks, suara, image, video. Kita masuknya ke data image dan video tadi. Yang kita bangun model Deep Learning nya misal pengenalan wajah, plat nomor kendaraan, itu punya algoritma masing-masing kita ngajarin dia untuk bisa tahu, istilahnya data anotation atau data set lah. sekitar 100.000 frame image kita latih untuk algoritma deep learning," kata dia. 

Keakuratan IVA Nodeflux sudah diatas 90%, misalnya saja untuk face recognition tingkat keakuratannya 99,3%. Salah satu kliennya, Gojek memiliki 120 titik CCTV yang tersebar di Jakarta untuk memonitor fleet Go-Jek versus kompetitor, mendeteksi apa fleet membawa passanger atau tidak, yang ujungnya menjadi insight yang usefull bagi gojek untuk melakukan market competition mapping. 

"Deep Learning di video menarik casenya dan banyak added valuenya dan ke marketpun bisa diterima dengan baik. Tapi meski sekarang kita masih main di komputer vision AI, ke depan kita lebih liatnya ekosistem. Sebagai contoh, sekarang kan lagi lumayan ldigalangkan industri 4.0, smart factory kita juga cukup menghighlight ke arah sana. AI salah satu pilar teknologi saja, disamping itu masih ada IoT, robotic dan big data. Ke depan kita pengen ke arah sana," kata Faris.

Terkait para AI specialist maupun engineer di Nodeflux sendiri diakui beragam mulai dari lulusan Binus, UI, ITB, UGM dan sebagainya. Selain itu juga mempekerjakan beberapa engineer yang working remote di Aceh, Jogja, Sukabumi, Cianjur dan Bandungy ang setiap bulannya datang ke kantor pusat untuk sync up.

AI sendiri kan emang satu specialties ya itu agak susah sih even kampus yang sudah bagus pun masih jarang, banyakan kita ambil yang lulusan S2 ambil AI. Tapi untuk develop produk, bikin web ngurusin streaming dan sebagainya kan gak cuma AI specialty yang dibutuhkan," kata dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: