Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

UMKM Merugi Massal Akibat Kenaikan Tarif Kargo 352%

UMKM Merugi Massal Akibat Kenaikan Tarif Kargo 352% Kredit Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kenaikan tarif kargo angkutan udara yang diperkirakan mencapai 352% dalam setahun terakhir memberi dampak negatif bagi banyak sektor seperti jasa pengiriman, e-commerce, dan UMKM.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo), Budi Paryanto, mengatakan sudah ada 10 perusahaan angkutan logistik yang gulung tikar akibat dari kenaikan biaya tarif surat muatan udara (SMU) atau biaya kargo. Ia menjelaskan angka perusahaan logistik yang menjadi korban semakin meningkat karena biaya kargo tak kunjung turun.

Berdasarkan catatan, pada bulan Februari 2019 ada empat perusahaan logistik yang gulung tikar yakni satu perusahaan berlokasi di Jakarta dan tiga di daerah. Kemudian pada Maret 2019 korban kenaikan tarif kargo ini melonjak jadi 10 perusahaan.

"Mereka tidak kuat menahan gelombang kenaikan tarif yang amat besar," katanya di Jakarta, Jumat (22/3/2019).

Baca Juga: Harga Tiket Pesawat Mahal, Salah Siapa?

Asperindo mencatat akumulasi kenaikan tarif kargo oleh maskapai penerbangan mencapai 352% dengan rincian sebagai berikut. Maskapai Garuda Indonesia melakukan penaikan tarif sebanyak enam kali selama periode 1 Juni 2018-14 Januari 2019 dengan akumulasi kenaikan sebesar 74%-352%. Adapun, maskapai Lion Air menaikkan tarif kargo sebanyak empat kali selama periode 9 Oktober 2018-7 Januari 2019 dengan akumulasi kenaikan 22%-176%.

Budi Paryanto menjelaskan kenaikan tarif kargo yang terjadi berturut-turut ini sangat membebani perusahaan jasa pengiriman dengan pelanggan korporasi karena mereka memiliki kontrak sehingga tak fleksibel untuk melakukan penyesuaian (adjustment) harga. Padahal, tarif kargo berkontribusi 40% dari dana operasional perusahaan.

"Beda halnya dengan perusahaan jasa pengiriman yang melayani konsumen ritel. Mereka bisa melakukan adjustment," sebutnya.

Jika kondisi kenaikan tarif kargo masih terus berlanjut maka diprediksi akan semakin banyak perusahaan jasa pengiriman yang menjadi korban. Apalagi, dari total 287 perusahaan jasa pengiriman di bawah naungan Asperindo ada 273 perusahaan atau hampir 95% yang merupakan perusahaan dengan pelanggan korporasi.

Baca Juga: Harga Tiket Pesawat Mahal, YLKI: Harus Turun Semurah Mungkin

Adapun, Sales and Marketing Director TIKI, Rocky Nagoya, mengakui jika kenaikan tarif kargo sangat berdampak terhadap beban biaya operasional perusahaan. Ia mengatakan biaya kargo merupakan komponen terbesar bagi industri jasa kurir ekspres.

"Alhasil, penyesuaian tarif kiriman merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Penyesuaian tarif kiriman sekitar 5-10%," ujarnya.

Efek Bola Salju

Pengajar FEB Universitas Indonesia dan pengamat ekonomi, Andi Fahmi Lubis, mengatakan kenaikan tarif kargo merupakan efek bola salju dari persoalan kerugian maskapai penerbangan. Ia menjelaskan kinerja keuangan buruk yang dicatatkan oleh maskapai penerbangan pada tahun 2018 diterjemahkan menjadi kenaikan tarif, baik tarif pesawat maupun kargo.

"Sekarang kita lihat siapa maskapai yang mencatat kerugian paling besar? Jadi, jangan-jangan kenaikan harga dipicu oleh kerugian besar di salah satu maskapai," sebutnya.

Andi Fahmi mengatakan kenaikan tarif pesawat dan kargo memberi dampak negatif terhadap pergerakan orang dan barang yang menggunakan transportasi udara. Dampak negatif ini merambat ke banyak sektor.

"Kenaikan tarif kargo membuat lalu lintas barang menjadi lebih kecil, khususnya di daerah-daerah yang lebih memilih untuk menggunakan pesawat. Siapa yang biasa menggunakan pesawat untuk pengiriman barang? Jasa e-commerce dan jasa logistik," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: