Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Itu Deflasi?

Apa Itu Deflasi? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

 

Siapa yang tak senang jika mendengar harga bahan pokok turun? Terlebih lagi jika terjadi di saat memasuki momen-momen besar seperti hari raya dan tahun baru. Namun, pernahkah Anda membayangkan apa yang akan terjadi jika harga bahan pokok mengalami penurunan harga dalam jangka panjang? Ya, perekonomian kita akan dilanda deflasi.

Ketika deflasi terjadi, harga barang dan jatuh menurun sehingga memberi peluang yang lebih besar bagi konsumen untuk membeli lebih banyak produk daripada sebelumnya, meskipun jumlah uang dimilikinya sama.

Resesi dan deflasi

Resesi adalah suatu keadaan yang tidak terpisahkan dari deflasi. Umumnya, ketika ekonomi mengalami resesi atau depresi yang parah, perekonomian juga akan turut melambat karena permintaan atas konsumsi dan investasi yang anjlok.

Baca Juga: Apa Itu Inflasi?

Jika sudah demikian, konsumen dan investor akan memilih untuk melikuidasi uang cair mereka guna melindungi dari kerugian finansial lebih lanjut. Logika sederhana untuk menggambarkan situasi ini adalah, mengapa Anda harus mengeluarkan Rp100.000 saat ini jika sepekan ke depan akan ada lebih banyak produk yang bisa Anda dapatkan dengan uang tersebut?

Mengukur deflasi

Sama halnya dengan mengukur inflasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) juga menjadi salah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat deflasi. Secara teknis, suatu keadaan dikatakan deflasi jika tingkat inflasi turun di bawah 0%.

Berkaitan dengan IHK, penurunan belanja konsumen dapat menjadi salah satu sumber permasalahan deflasi, misalnya adalah masalah penurunan jumlah pendapatan yang dibelanjakan serta penurunan kepercayaan konsumen terhadap masa depan finanasialnya.

Selain itu, penurunan jumlah uang beredar dan peningkatan pasokan barang juga dapat menjadi satu sinyal potensi terjadinya deflasi. Hal itu berkaitan dengan minimnya aktivitas transaksi yang dilakukan oleh masyarakat karena lebih memilih untuk menimbun uang yang mereka miliki.

Baca Juga: Februari Deflasi, BI: Koordinasi BI dan Pemerintah Semakin Baik

Oleh karena itu, pemerintah umumnya mengambil langkah dengan cara mengurangi tingkat suku bunga dan pajak. Tujuannya adalah untuk merangsang pengeluaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan permintaan barang dan jasa yang akan berimbas pula pada kenaikan harga (pengakhiran deflasi).

Dampak buruk deflasi

Deflasi diyakini lebih buruk daripada deflasi. Sebab, ketika deflasi terjadi, pemerintah hanya dapat menurunkan suku bunga hingga angka nol. Dengan kata lain, pemerintah harus mencari alternatif lain untuk mengatasi deflasi yang terjadi. Jika tidak, negara akan terjebak ke dalam lingkaran setan yang disebut perangkap likuiditas.

Bukan hanya itu, ada beberapa dampak buruk yang timbul jika terjadi deflasi. Simak penjelasannya berikut ini.

1. Pengangguran

Angka pengangguran yang semakin tinggi sanagt berpotensi terjadi di kala deflasi. Hal ini sebagai imbas dari perlambatan produksi yang dilakukan untuk mengakomodasi permintaan atas suatu produk yang semakin rendah.

Alhasil, perusahaan akan melakukan mekanisme efisiensi melalu pemutusan hubungan kerja (PHK). Usai di-PHK, karyawan akan sulit mencari pekerjaan baru di tengah masa resesi yang berlangsung.

2. Kredit macet meningkat

Kredit macet akan semakin macet lantaran banyaknya orang yang mengalami gagal bayar atas berbagai kewajiban yang ditanggungnya sebagai bagian dari maraknya pengangguran yang terjadi. Jika kredit macet meningkat, sektor keuangan seperti bank akan mengalmai kerugian besar.

Baca Juga: Ini Ternyata Pemicu Deflasi Februari 2019

3. Likuiditas perbankan hilang

Jika sebuah lembaga keuangan mengalami kerugian, hal itu akan berdampak panjang pada kondisi hilangnya likuiditas perbankan. Padahal, likuiditas tersebut sangat dibutuhkan dalam proses pengurangan pasokan kredit.

4. Tarif pajak menurun

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa penurunan tarif pajak dilakukan sebagai salah satu upaya untuk merangsang pengeluaran. Namun, jika hal ini berlangsung secara berkepanjangan tentu akan mengakibatkan pemerintah sulit untuk beroperasi dalam kapasitas penuh.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: