Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kata CIPS, Produksi Karet Nasional Bisa Samai Thailand, Caranya...

Kata CIPS, Produksi Karet Nasional Bisa Samai Thailand, Caranya... Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arief Nugraha mengatakan, produksi karet nasional masih dapat bertambah lewat peningkatan produktivitas. Potensi Indonesia pada komoditas ekspor karet terbilang cukup besar.

Berdasarkan dari data FAO 2017, Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar kedua dunia setelah Thailand. Dari sisi lahan, Indonesia berada di peringkat pertama dengan luas area sebesar 3.659.129 hektare. Sayangnya, komoditas karet Indonesia memiliki beberapa permasalahan, utamanya soal produktivitas.

"Produktivitas karet Indonesia masih bisa ditingkatkan karena Indonesia yang memiliki lahan paling luas di dunia. Dengan lahan seluas itu, setidaknya produktivitas karet Indonesia dapat menyamai Thailand," ungkap Arief.

Salah satu hal yang memengaruhi produktivitas karet Indonesia adalah umur pohon karet di Indonesia yang tergolong tua. Umur pohon karet yang sudah lebih dari 10 tahun biasanya tidak produktif. Pusat Penelitian Karet mengatakan, saat ini tanaman Indonesia membutuhkan peremajaan dengan penanaman klon-klon yang unggul. Klon adalah pembuatan bibit tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan sifat-sifat yang unggul dari induknya.

Baca Juga: Indonesia Ajak Thailand dan Malaysia Atasi Merosotnya Harga Karet

Saat ini, lanjut Arief, dari total keseluruhan luas lahan karet, baru sekitar 60% yang baru menggunakan tanaman klon unggul. Sementara di Thailand sudah 100% tanaman karet menggunakan klon yang unggul.

Faktor lainnya, petani kesulitan membeli bahan-bahan agro-input seperti pupuk dan pestisida untuk membuat tanaman karetnya produktif. Hal ini lantaran harga karet dunia sedang menurun. Rendahnya harga berdampak pada harga jual di level petani sehingga petani karet saat ini mengalami keterbatasan dana untuk membeli produk agro-input.

Akibatnya, petani karet sulit meremajakan pohon-pohon karetnya. Dalam proses peremajaan, ada masa tunggu pohon tersebut untuk dewasa dan bisa disadap kembali selama lima tahun. Tanpa menanam tanaman lain dalam jangka waktu yang terbilang lama ini, maka ada peluang petani karet akan berkurang sumber pendapatannya.

Arief menjelaskan, langkah pemerintah yang hanya akan meremajakan 60% tanaman karet dalam satu hektare lahan juga sudah tepat. Sisa lahan seluas 40% akan ditanami komoditas lain. Tanaman karet baru dapat dikatakan produktif selama lima tahun, maka petani dapat memanfaatkan lahan seluas 40% tersebut untuk menanam tanaman lain sebagai sumber pendapatan, misalnya tanaman hortikultura, kopi, dan juga kakao yang bisa beberapa kali panen dalam satu tahun.

Baca Juga: Petani Mulai Keluhkan Harga Karet yang Makin Mengenaskan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: