Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Aksi Go Public Unicorn di AS Semakin Marak, Ini Penjelasannya

Aksi Go Public Unicorn di AS Semakin Marak, Ini Penjelasannya Kredit Foto: Tech Crunch
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkembangan teknologi, rendahnya inklusi keuangan, dan pertumbuhan milenial, seakan menjadi segi tiga exposure yang selalu diperhatian pelaku bisnis keuangan untuk mengembangkan bisnisnya. Namun tidak gampang bagi perusahaan konvensional untuk melakukan hal tersebut. Salah satu langkah cepat yang dapat dilakukan adalah menggandeng pelaku financial technologi (fintech).

Saat Lyft go public pada akhir Maret lalu dengan kapitalisasi pasar lebih dari US$20 miliar, menjadi benchmark baru sekaligus tantangan bagi perusahaan-perusahaan bernilai lebih dari US$1 miliar (unicorn) lain yang juga mengarah ke IPO termasuk Uber, Slack dan Pinterest.

Faktanya, dalam sejarah pasar modal New York, perusahaan senilai US$1 miliar lebih yang melakukan exit (IPO) di pasar modal AS merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Itu terjadi hanya empat kali di AS pada tahun 2010 silam, dengan total nilai atau kapitalisasi pasar keempat perusaaan mencapai US$5,1 miliar. Tahun 2018 lalu, melejit menjadi 33 perusahaan dengan total nilai kapitalisasi pasar US$76 miliar, menurut data PitchBook.

Baca Juga: Tak Mau Kalah dari Uber, Lyft Tingkatkan Kisaran Harga Saham IPO-nya

Selain karena seiring kenaikan jumlah perusahaan unicorn sendiri, alasan lain mengapa makin banyak dan besar jumlah maupun nilai perusahaan unicorn yang melakukan IPO lantaran pada saat yang sama ukuran dana VC membengkak, mencapai nilai median US$226,5 juta pada tahun 2018. Ketika ada lebih banyak uang untuk dibagikan, hal ini mengarah pada harga atau nilai perusahaan yang lebih tinggi. Nilai mereka akan makin menggelembung mendekati detik-detik jelang aksi IPO.

Sangat jarang terjadi perusahaan unicorn yang melakukan IPO dihargai dibawah target valuasi perusahaan. Kurang dari 5% unicorn yang melakukan IPO di AS sejak 2010 lalu memiliki nilai kapitalisasi pasar di bawah target valuasi perusahaan. Sementara ada sekitar 27,1% perusahaan bernilai di bawah US$1 miliar melakukan IPO dan nilainya di bawah target valuasi perusahaan.

Namun demikian, kecenderungan rata-rata nilai atau median kapitalisasi mereka saat IPO (price to earning ratio atau P/E) dalam beberapa taun terakhir cenderung turun. Dalam tiga tahun terkahir, P/E mereka tidak lebih dari 2x, hanya 1,8x hingga 2x. Dibanding 4 tahun lalu misalnya, sekitar tahun 2010-2015 dimana P/E mereka bisa mencapai 2,6x hingga 4,4x. Mengapa demikian?

Bisa jadi ini seiring melonjaknya valuasi perusahaan itu sendiri. Semakin tinggi valuasi sebuah perusahaan, makin tersisa sedikit ruang untuk pertumbuhan nilai perusahaan startup ketika akan go public atau melakukan exit strategy lain. Semua penciptaan valuasi ini terjadi di private market. Lagipula, sulit untuk menghasilkan kelipatan 5x ketika perusahaan Anda sudah bernilai US$15,1 miliar misalnya, yang mana merupakan penilaian pribadi yang diperoleh Lyft Juni lalu dengan putaran terakhir pendanaan VC.

Baca Juga: Pria Buleleng Diringkus usai Curi Tabung Gas-Barang Elektronik

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: